Suara.com - Meski kanker darah termasuk jenis kanker yang sering didengar masyarakat, namun masih banyak mitos maupun kesalahpahaman umum yang ditemui dan dipercaya masyarakat.
Kanker darah dikenal sebagai salah satu tipe kanker yang ganas dan sering berujung pada kematian. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI mencatatkan adanya peningkatan jumlah kasus baru dan kematian akibat leukemia secara menahun antara 2010-2013.
Karena itu, melalui siaran pers yang Suara.com terima, Parkway Cancer Centre (PCC), sebagai salah satu pusat perawatan kanker swasta asal Singapura, terus berupaya mendorong pemahaman yang lebih baik tentang kanker darah.
Salah satunya dengan membongkar sejumlah mitos yang paling umum mengenai kanker darah. Apa saja? Berikut 5 mitos kesehatan soal kanker darah yang masih dipercaya.
1. Leukemia sama dengan kanker darah
Di Indonesia, kata leukemia sering digunakan untuk menyebut kanker darah. Faktanya, kanker darah adalah sebuah terminologi dengan cakupan yang lebih luas.
"Leukemia hanya salah satu tipe kanker darah, dan bukan satu-satunya kanker darah itu sendiri,” kata Konsultan Senior Hematologi PCC Dr. Lim ZiYi. Ia menambahkan, kesalahpahaman ini muncul karena leukemia adalah tipe yang paling banyak didengar publik. Selain leukemia, ada dua tipe kanker darah lainnya, yaitu limfoma (kanker kelenjar getah bening) dan myeloma.
“Secara umum, kanker darah merujuk pada tipe kanker yang mengganggu produksi dan fungsi sel darah. Pada kebanyakan kasus, sel abnormal, atau kanker, tumbuh tidak terkontrol sehingga mengganggu pembentukan sel darah sehat. Akibatnya, sel darah tidak bisa menjalankan fungsinya, seperti mencegah infeksi atau pendarahan,” sambung Dr. Lim.
Leukemia sendiri merupakan tipe kanker darah yang mengganggu fungsi sel darah putih, akibat pertumbuhan sel darah putih abnormal yang terlalu cepat. Sementara, limfoma mempengaruhi kerja kelenjar getah bening dan sistem limfatik yang berfungsi mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh dan memproduksi sel imunitas. Sedangkan, myeloma mempengaruhi sumsum tulang dan dapat tumbuh di berbagai bagian tubuh yang memiliki sumsum tulang seperti tulang panggul dan tulang belakang. Karena dapat tumbuh di beberapa bagian pada saat bersamaan, myeloma sering disebut pula sebagai ’multiple myeloma’.
2. Kanker darah diwariskan orang tua
Banyak orang percaya bahwa kanker darah adalah sebuah penyakit turun-temurun, di mana kemungkinan terjangkit akan lebih besar jika orang tua yang bersangkutan juga mengidap kanker darah.
”Dengan pengecualian sejumlah kasus yang amat langka, kanker darah bukan penyakit warisan dan tidak akan diturunkan oleh pasien ke anak mereka,” kata Konsultan Hematologi PCC Dr. Colin Phipps Diong.
”Kelainan atau mutasi kromosom yang terdeteksi pada pasien kanker darah terjadi secara spontan dan tidak diwariskan oleh orang tua. Berbeda dengan kanker tipe padat, kanker darah memiliki keterkaitan rendah dengan kebiasaan merokok. Bahkan, tak banyak faktor risiko yang diketahui untuk kanker darah. Beberapa faktor risiko yang sudah terbukti dapat memicu kanker darah adalah paparan terhadap kemoterapi, radiasi, atau zat kimia tertentu yang digunakan di industri petrokimia seperti benzena,” sambung Dr. Phipps.
3. Kanker darah tak bergejala
Dalam banyak kasus, pasien terlambat mengetahui bahwa mereka memiliki kanker darah. Tak jarang, pasien justru mengetahui hal ini ketika mereka melakukan pemeriksaan untuk penyakit lain. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya pemahaman tentang kanker darah dan gejalanya, serta pentingnya melakukan pemeriksaan medis rutin yang mencakup pula pengecekan jumlah sel darah.
”Sayangnya, kanker darah bisa saja ditemui di pasien yang tidak mengalami gejala apapun. Namun, tidak selalu demikian. Sejumlah pasien menunjukkan gejala-gejala seperti demam berkepanjangan, keringat dingin di malam hari, kelelahan yang tak kunjung hilang, penurunan berat badan secara drastis yang tak direncanakan, dan terkadang pembengkakan kelenjar getah bening,” kata Dr. Colin Phipps Diong.
”Jika hasil cek darah Anda menunjukkan ketidak normalan, dan Anda mengalami gejala-gejala yang saya sebutkan, sebaiknya Anda segera berkonsultasi dengan dokter," ujarnya.
Dokter kemudian akan melakukan serangkaian tes lanjutan, termasuk biopsi sumsum tulang belakang, untuk memastikan diagnosis keberadaan kanker darah.
4. Kanker darah sama dengan hukuman mati
Berkat berbagai terobosan di ilmu kedokteran, kanker darah, bahkan limfoma tipe Hodgkin yang dulunya mematikan, kini telah menjadi sebuah kondisi yang dapat disembuhkan.
”Saat ini, kanker darah termasuk ke dalam penyakit yang memiliki kemungkinan besar untuk disembuhkan. Tingkat kesuksesannya telah meningkat pesat, didukung oleh kemajuan di bidang kemoterapi dan pengobatan lainnya,” kata Dr. Colin Phipps Diong.
Lebih lanjut ia menjelaskan, namun semua ini tergantung pada apakah pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kondisi spesifik dirinya. Ini adalah faktor kunci yang utama, selain mendapatkan diagnosis awal yang tepat. Untuk kasus limfoma tipe Hodgkin, tingkat kesembuhan berkisar antara 75- 96 persen, tergantung pada stadium mana kanker tersebut didiagnosis dan diobati.
5. Hanya keluarga yang dapat menyumbangkan sumsum tulang belakang
Transplantasi sumsum tulang belakang, yang dikenal juga dengan transplantasi sel punca (stem cell) alogenik, adalah salah satu perawatan yang paling efektif untuk mengobati kanker darah. Sel sumsum tulang belakang yang sehat akan diambil dari donor, dan kemudian ditanamkan pada pasien kanker darah.
”Berlawanan dengan mitos yang beredar, pasien bisa mendapatkan sel punca dari donor yang tidak memiliki hubungan darah, atau bahkan mendapatkan sel punca hematopoetik (haemotopoietic stem cells/HSC) dari stok darah tali pusat yang tersimpan di bank darah tali pusat,” kata Dr. Lim ZiYi, yang membantu mengembangkan salah satu pusat transplantasi sel punca hematopoietik alogenik terbesar di Eropa.
Proses donasi sumsum tulang belakang merupakan prosedur bedah yang menempatkan donor di bawah kondisi bius total, dan biasanya hanya membutuhkan waktu satu hari.
"Beberapa donor mungkin mengalami rasa sakit atau kelelahan sebagai efek samping dari proses pemberian obat/terapi beberapa hari sebelum operasi, yang berfungsi mendorong produksi sel darah mereka. Namun, kebanyakan donor merasa baik-baik saja setelah proses donasi sumsum tulang belakang dilakukan,” sambung Dr. Lim.