Suara.com - Riset yang dilakukan Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, Sp.PD-KGEH, FINASIM, FACG, dan kawan-kawan yang dipublikasi di jurnal Asian Journal of Epidemiology pada 2016, menunjukkan GERD sebagai satu dari sekian penyakit gastrointestinal, sering ditemukan pada mereka yang memiliki tingkat pendidikan dan berpenghasilan rendah.
Dari hasil studi tersebut, makanan pada populasi yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah cenderung mengandung tinggi lemak, sehingga mudah terjadi penundaan pengosongan lambung yang berakibat pada munculnya GERD.
BACA JUGA: Cek Kesehatan Kaki dari Gejala-gejala Ini
Riset tersebut juga menunjukkan bahwa GERD tidak hanya terjadi pada masyarakat umum, tapi juga di kalangan medis. Prevalensi GERD, menurut hasil studi tersebut terhadap dokter-dokter di Indonesia, mencapai 27,4 persen.
"GERD yang dibiarkan dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Hal ini terjadi, karena asam lambung yang naik dapat menyebabkan luka pada dinding dalam kerongkongan, sehingga yang awalnya hanya berupa perlukaan, lama kelamaan luka semakin luas dan bisa menyebabkan penyempitan kerongkongan bawah," jelas Prof Ari.
BACA JUGA: Tak Cuma Menyenangkan, Sering Berlibur Juga Bisa Perpanjang Umur
Bahkan, lanjut dia, GERD juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari dinding dalam kerongkongan yang menyebabkan terjadinya penyakit Barrett’s yang merupakan lesi pra kanker. Di luar saluran cerna, kata Prof Ari, asam lambung yang tinggi dapat menyebar ke gigi, tenggorokan, pita suara, saluran pernapasan bawah bahkan sampai paru-paru.
BACA JUGA: Berhenti Gunakan Pengering Tangan! Ini Bahayanya
Padahal berbagai penyakit tersebut dapat dicegah dengan modifikasi gaya hidup dan deteksi secara dini. Dengan deteksi dini, penyakit yang berkaitan dengan masalah gastrointestinal diharapkan dapat ditangani menjadi lebih cepat dan efektif.
Dengan begitu, kata Prof Ari, tingkat kesembuhan dan harapan hidup pasien pun menjadi lebih panjang.