Suara.com - Meningkatnya kasus perokok anak di masyarakat membuat Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, dr. Sumarjati Arjoso mempertanyakan fungsi dan peran Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat.
Kata Sumarjati, sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, Puskesmas seharusnya turun langsung dan ikut berusaha menekan tingkat prevalensi merokok di kalangan remaja.
"Kalau ada masalah, Puskesmas wajib ke lapangan mengadakan penyuluhan. Karena Puskesmas ada BOK atau biaya operasional kegiatan. Itu seharusnya mendorong Puskesmas datang ke lapangan," ujar Sumarjati di Jakarta, Selasa, (21/08/2018) lalu.
Meski begitu, Sumarjati sadar tak bisa menyalahkan sepenuhnya Puskesmas. "Puskesmas sekarang lebih banyak menangani BPJS, sehingga kurang ke lapangan. Hal ini dibutuhkan kepemimpinan yang tegas."
Baca Juga: Perahu Bidar Jadi Atraksi Keren di Festival Sriwijaya 2018
Seruan Sumarjati didasari atas fakta semakin meningkatnya angka perokok pemula di kalangan masyarakat, baik di kota maupun desa.
Menurut penelitian yang dilakukan TCSC IAKMI di 15 kota atau kabupaten pada 2017 dikatakan, sebesar 83 persen anak dan remaja usia di bawah 18 tahun terpapar iklan rokok melalui media televisi.
Mereka memiliki peluang 2,24 kali lebih besar untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak yang tidak terpapar iklan rokok lewat televisi.
Selain mengingatkan pentingnya peran Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama, IAKMI juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam hal regulasi.
"Tanpa kemauan yang tinggi untuk membuat kebijakan pengendalian tembakau yang kuat dan komprehensif serta implementasi yang ketat, baby smoker akan terus bermunculan, semakin dini usianya dan semakin banyak jumlahnya," tutup Sumarjati Arjoso.
Baca Juga: Wow! Ariana Grande Pakai Busana Karya Desainer Indonesia