Suara.com - Sepanjang 2018 ini, BPJS Kesehatan diprediksi mengalami defisit anggaran keuangan sebesar Rp 16.t Triliun. Demi 'menyelamatkan' BPJS Kesehatan, salah satu wacananya adalah menggunakan dana dari cukai rokok sebagai sumber pendanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Yurdhina Meilissa mewakili Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mendukung wacana ini. Menurutnya dibandingkan mengorbankan mutu dan pelayanan BPJS Kesehatan dengan langkah efisiensi, maka menaikkan cukai rokok bisa menjadi solusi jangka panjang pembiayaan JKN.
"Kalau efisiensi itu bisa menurunkan mutu pelayanan masyarakat juga yang dikorbankan. Jadi kenapa kita tidak menaikkan cukai rokok. Solusi ini lebih mudah dan sustainable," ujar Yurdhina dalam temu media, Kamis (9/8/2018).
Namun apakah kenaikan harga rokok bisa menjamin angka kesehatan meningkat? Disampaikan spesialis penyakit dalam Dr. dr. Aris, Sp.PD., KEMD., harga rokok yang mahal belum jaminan akan membuat masyarakat berhenti merokok atau beralih pada pola hidup yang sehat. Menurut dia, jika perilaku kecanduan masyarakat akan rokok tidak diatasi maka harga bukan hambatan bagi mereka untuk mendapatkan rokok.
Baca Juga: Gempa Lombok karena Dirinya Dukung Jokowi, Ini Respons TGB
"Siapa bilang (akan lebih sehat). Mereka yang merokok ya tetap saja merokok. Belum tentu juga mereka beli makanan sehat karena rokok mahal. Bisa jadi malah beli makanan yang tidak sehat juga," ujar dr. Aris di sela-sela temu media di Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Dari sisi medis, dr. Aris menilai bahwa pemahaman masyarakat akan bahaya merokok harus lebih digiatkan sehingga membuat mereka tidak lagi melakukan salah satu pencetus berbagai penyakit tidak menular itu. Jika angka penyakit tidak menular turun maka beban biaya BPJS Kesehatan untuk membiayainya juga bisa ditekan.
"Kalau bicara apa ada hubungannya cukai rokok naik dengan kesehatan, itu orang di Eropa, Amerika tetap saja merokok walau cukai mahal sekalipun. Saya mendukung bahwa rokok itu tidak sehat melalui informasi sebagai edukator kesehatan. Kami hanya bisa memberi saran, keputusan kembali ke masyarakat," tandas dia.