Beda Stres karena Baby Blues dengan Depresi Pascamelahirkan

Senin, 06 Agustus 2018 | 08:00 WIB
Beda Stres karena Baby Blues dengan Depresi Pascamelahirkan
Ilustrasi ibu dan bayi [Shutterstock].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Momen melahirkan merupakan fase hidup yang membekas bagi kaum hawa. Perasaan bahagia sekaligus cemas campur-aduk. Bahagia karena akhirnya bisa melihat buah hati terlahir sehat, cemas karena bingung bagaimana cara yang tepat untuk mengurus buah hati.

Disampaikan Luh Surini Yulia Savitri M.Psi., psikolog dari Tiga Generasi, momen melahirkan memang dapat memicu rasa stres bagi sebagian ibu. Stres setelah melahirkan ini kerap disebut baby blues yang ditandai dengan gejala sedih secara tiba-tiba, sulit tidur, hingga malas makan.

"Biasanya stres karena baby blues terjadi dua minggu pertama setelah proses persalinan. Ini terjadi karena hormon ibu bergejolak. Sebenarnya tergolong normal, biasanya akan berkurang rasa ini digantikan dengan kebahagiaan," ujar psikolog ini pada Pregnity Smart Sharing yang dihelat Preganen di Jakarta, belum lama ini.

Namun jika kondisi stres tetap ada bahkan semakin parah, Luh Surini Yulia Savitri mengatakan bahwa kondisi ini bisa merujuk pada depresi paska melahirkan.

Baca Juga: Kalah 2-0 di Kandang Persib, Begini Komentar Pelatih Sriwijaya FC

Selain gejala di atas, para ibu yang depresi juga akan mulai menarik diri secara sosial, sulit konsentrasi, tidak merasa terikat dengan bayi, merasa tidak berguna, merasa bersalah dan malu, mengalami masalah fisik sakit di bagian organ reproduksi atau bekas caesar, sakit kepala, sakit punggung, hingga timbul perasaan ingin bunuh diri bahkan membunuh darah dagingnya sendiri.

"Sebenarnya kondisi ini bisa diminimalkan kemunculan dan keparahannya. Caranya tentu saja butuh dukungan suami dan keluarga besar. Kadang, bapak-bapak itu perlu diberitahu bahwa istri perlu bantuan. Nah, ini peran ibu untuk memberikan kesempatan pada ayah untuk membantu," tambah Luh Surini Yulia Savitri.

Dukungan ini, tukasnya, bisa berupa bantuan untuk mencari informasi seputar kehamilan hingga dukungan emosional. Para suami juga bisa memberi kenyamanan saat istri merasakan emosi negatif.

"Bisa dengan membantu istri mengurangi masalah fisik kalau istrinya pegal pijatin dong, bapak-bapak. Bisa juga memberi waktu "me time" untuk istri sehingga tidak stres," tambahnya.

Di akhir ujarannya, Luh Surini Yulia Savitri berpesan agar para calon orangtua rajin menggali informasi seputar kehamilan dan persalinan dengan dokter laktasi, berusaha tenang, dan saling bekerjasama dengan pasangan untuk melalui semua prosesnya bersama-sama.

Baca Juga: Jokowi Hadiri Rapat Umum Relawan di Sentul Bogor

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI