Suara.com - Dari semua kasus kanker yang dirujuk ke RS Dharmais, 42 persen di antaranya adalah kanker payudara. Hal ini disampaikan Prof. Dr. H. Abdul Kadir, Ph.D, Sp. THT – KL(K), MARS, Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Menurut dia selama ini terapi kanker membutuhkan waktu lama bahkan mengharuskan pasien menginap. Hal ini turut berimplikasi pada padatnya antrean pasien kanker di RS Kanker Dharmais.
"Pasien rawat jalan bisa 800-1000 pasien. Yang mendapat kemoterapi 250-300 orang. Begitu juga dengan radioterapi. Kalau dulu mau melakukan tindakan radioterapi nunggu 6 bulan. Kalau sekarang tidak lagi menunggu karena kita menambah alat dan beberapa fasilitas penunjang lainnya," ujar Prof Abdul di Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Oleh karena itu ia menyambut baik hadirnya terapi kanker trastuzumab subkutan yang hanya membutuhkan waktu dua hingga lima menit. Trastuzumab sendiri bukan obat baru di Indonesia. Sebelumnya obat yang digunakan untuk penanganan kanker payudara HER2-positif itu hanya tersedia dalam formulasi infus intravena.
Baca Juga: Teroris Merebak, Abu Tholut Kritik Peran MUI dan Ustaz
Namun kini di bawah produksi Roche, trastuzumab hadir dengan varian baru yang diberikan melalui injeksi bawah kulit tepatnya di bagian paha. Menurut Prof Abdul, hal ini akan membantu memangkas antrian panjang pasien kanker payudara yang akan menjalani perawatan.
"Dengan adanya pengobatan ini saya kira sangat bagus buat kita untuk mengurangi waktu tunggu pasien. Supaya pasien tidak lama antri. Injeksi hanya butuh waktu 4-5 menit. Kita tidak perlu lagi melakukan pencampuran obat dengan handling dan lain-lain serta tidak perlu rawat inap," terangnya.
Meski demikian, Prof Abdul mengatakan untuk sementara ini, pemberian trastuzumab subkutan lewat injeksi baru bisa diberikan pada pasien umum dan perusahaan, karena belum ditanggung BPJS.
"Penggunaan trastuzumab suntik ini akan kami berikan ke pasien umum dan perusahaan dulu. Karena ini baru diajukan untuk masuk ke skema BPJS," jelasnya.
Untuk diketahui 78 persen pasien RS Dharmais terdiri dari pasien BPJS dan 22 persen sisanya pasien umum dan perusahaan.
Baca Juga: Belum Diumumkan, Jokowi Tak Ingin Cawapresnya Setengah Matang