Benarkah Stres Bisa Membuat Rambut Rontok?

Senin, 18 Juni 2018 | 21:30 WIB
Benarkah Stres Bisa Membuat Rambut Rontok?
Ilustrasi rambut susah disisir. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Semua orang mengalami stres yang terus-menerus dalam kehidupan. Tuntutan profesional dan pribadi, maupun penyakit dan trauma, yang dapat mendatangkan masalah pada kesehatan mental Anda.

Kadang-kadang stres juga dapat berefek pada tubuh Anda yang bisa membuat Anda makin frustrasi dan merasa malu, seperti kuku yang rapuh, jerawat dan rambut rontok.

Jenis rambut rontok yang dihasilkan dari stres fisik dan emosional disebut telogen effluvium, di mana sejumlah besar stres mendorong folikel rambut berada dalam periode istirahat.

Seperti dilansir m.huffipost.com, akibat stres tersebut, rambut mulai rontok, menyebabkan munculnya penipisan, yang bisa lebih menonjol di daerah-daerah tertentu di kulit kepala daripada yang lain.

"Folikel rambut memiliki siklus hidup sendiri, pertumbuhan, transisi, istirahat dan jatuh dari batang rambut," kata Dr. Julia Tzu, dokter kulit bersertifikat ganda dan pendiri dan direktur medis Wall Street Dermatology.

Stres, lanjut dia, dapat mengubah persentase rambut dalam tahap pertumbuhan dan menggesernya ke tahap istirahat, atau telogen.

"Apa yang diketahui adalah bahwa stressor membengkokkan jam dan menggeser rambut ke fase telogen. Tetapi ini tidak selalu menyebabkan kerusakan permanen," ujar Dr. Lauren Ploch, seorang dokter kulit bersertifikat di Dermatologi Georgia dan Pusat Kanker Kulit, yang mengatakan bahwa telogen effluvium tidak selalu menyebabkan kerontokan atau kebotakan permanen.

"Kebotakan lengkap tidak terjadi, kecuali ada proses peradangan yang mendasari seperti alopecia areata, penyakit autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut dan dapat dipicu oleh stres berat," katanya.

Anda tidak akan melihat perbedaan pada kerontokan rambut segera setelah mengalami sesuatu yang membuat Anda stres.

"Telogen effluvium biasanya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah peristiwa yang membuat Anda stres," kata Ploch.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI