Suara.com - Menteri Kesehatan Nila Djuwita Farid Moeloek tidak mau ikut mencampuri dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Mayor Jenderal Terawan Agus Putranto.
Dr Terawan sementara dipecat dari keanggotaan IDI karena inovasi praktik kesehatannya dinilai menyimpang.
Nila menyerahkan kasus ini pada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), dan Terawan.
"Saya kira, masalah dr Terawan diharapkan terjadi penyelesaian antara IDI, MKEK, dan dengan anggotanya, dr Terawan sendiri," ujar Nila di di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018).
Baca Juga: Eks Demonstran Ahok Mau Demo Sukmawati Besok, Ini Kata Ketua MUI
Terkait inovasi dr Terawan, yakni menyembuhkan penyakit dengan metode ’cuci otak’, Nila menyarankan sebaiknya lebih dulu diuji secara ilmiah.
"Kalau obat ada sampai tahap keempat. Artinya aman dipakai ke manusia. Itu harus, penelitian itu kalau obat sampai BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) bisa lihat ini obat bisa dipakai atau tidak. Alat pun demikian," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI, dr Prijo Pratomo, mengakui adanya pemecatan dr Terawan dari status keanggotaan IDI.
Dalam surat yang beredar, pemecatan tersebut berlaku sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.
Menurut dr Prijo, Terawan telah melanggar sumpah sebagai dokter dalam melakukan praktik medis.
Baca Juga: Data Pengguna Indonesia Bocor, Facebook Menghadap Menkominfo
"Dalam etika kedokteran atau kode Q yang dilakukan IDI adalah persoalan internal. Soal sanksi serius yang diberikan pada Dokter TAP saya tidak akan jawab," ujar dr Prijo.
Seorang dokter yang pasti tidak boleh mengiklankan produk, tidak boleh memuji diri, juga tidak boleh bertentangan dengan sumpah dokter. Apabila itu dilanggar maka kaitannya dengan sanksi karena kesalahan pelanggaran etik.