"Pernah 2016 terjadi, di mana orang sudah lulus tapi lalu diralat menjadi tidak lulus. Ada juga yang tidak ikut ujian tapi di pengumuman dia lulus. Setelah dipertanyakan, katanya ada tumpang tindih data. Mereka hanya memberikan permohonan maaf," tambah perempuan asal Kupang tersebut.
Pun dalam siaran kelulusan, Ichsan dan kawan-kawan mempertanyakan redaksional kata yang digunakan oleh pihak panitian UKMPPD.
"Dikatakan 'berdasarkan rapat pleno hasil uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter, berikut nama-nama mahasiswa yang dinyatakan lulus'. Berarti hasil kelulusan berdasarkan rapat pleno bukan berdasarkan standar kelulusan. Dari redaksi kalimat saja sudah membuat kita berpikir ke mana-mana," kata Diana lagi.
Ichsan mengaku pernah bertanya mengenai penggunaan kalimat 'rapat pleno' dalam pengumuman hasil ujian.
Baca Juga: Menikmati Indahnya Langit di Anantara Kihavah Maldives
Dari informasi yang ia dapat, kalimat rapat pleno digunakan untuk mengukur dan menimbang apakah seorang Dokter Muda berhak atau tidak mendapat gelar dokter.
Tak heran bila dalam proses transisi menjadi dokter, seorang Dokter Muda bisa menghabiskan dana hingga ratusan juta rupiah. "Saya sudah tua. Sudah seharusnya tidak lagi meminta uang ke orangtua. Sekarang bagaimana pintar-pintarnya saya mencari uang, memberi uang kepada orangtua, dan membayar biaya bimbingan serta ujian," tambah Ichsan lagi.
Atas dasar problematika tersebut, Ichsan dan kawan-kawan terus berjuang merevisi UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran ke Badan Legislasi DPR RI.
"Saya hanya ingin meminta pihak pemerintah untuk melihat kami yang berjumlah sekian ribu orang untuk diakui secara legal untuk dapat mengabdi kepada Indonesia, kepada masyarakat dan warga negara," tutup Ichsan.