Suara.com - Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia baru saja mengajukan aspirasi bersama terhadap revisi UU. No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran kepada Badan Legislasi DPR.
Aspirasi tersebut dilandasi oleh berbagai faktor, seperti perlunya tranformasi pendidikan kedokteran di Indonesia, pemerataan akses, hingga masalah keterjangkauan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.
Berikut adalah lima aspirasi yang disampaikan oleh PB IDI, PGDI, dan lembaga lain seperti AFDOKGI, AIPKI, dan ARSPI.
1. Tantangan bidang kesahatan akan semakin kompleks dikarenakan perubahan pola distribusi penyakit, gaya hidup dan lingkungan, juga semakin menguatnya perdagangan bebas, globalisasi dan ledakan teknologi 4.0, sehingga membutuhkan transformasi pendidikan kedokteran di Indonesia. Untuk itu diperlukan undang-undang yang mendukung sebagai fondasi strategi kebijakan pendidikan kedokteran.
Baca Juga: Dapur Umum Kebakaran Taman Kota Sediakan 3.000 Porsi Perhari
2. Sistem pendidikan saat ini belum mampu menjamin pemerataan akses dan keterjangkauan bagi anak bangsa yang mampu tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi.
3. Undang-undang Pendidikan Kedokteran No. 20 tahun 2013 belum dapat menjamin sepenuhnya mutu pendidikan kedokteran. Untuk itu, perlu adanya penyempurnaan sehingga menghasilkan lulusan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan siap menghadapi tantangan globalisasi.
4. Tantangan abad 21 yang dimulai dengan adanya General Agreement of Trade in Services (GATS), Mutual Recognition Agreement (MRA), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), pengakuan mutu pendidikan kedokteran baik nasional, regional dan internasional, yang banyak memengaruhi dan memerlukan kesiapan dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.
5. Permasalahan-permasalahan tumpang tindih UU Pendidikan Kedokteran 2013 dengan UU lain dan pelaksanaannya yang merugikan banyak pihak.
"Kami berkomitmen akan bersama-sama mengawal revisi ini untuk Indonesia yang lebih baik," papar Koordinator Komite Bersama, Prof. Dr. I. Oetama Marsis, SpOG di Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Senin (2/4/2018).
Baca Juga: Setop DACA, 'Kado Pahit' Paskah 2018 dari Presiden Trump