Suara.com - Monosodium glutamat (MSG) atau biasa disebut micin selama ini dikenal sebagai salah satu komponen pemberi rasa umami atau gurih yang paling murni. Menurut Prof Purwiyatno Hariyadi, ahli Teknologi Pangan dari lnstitut Pertanian Bogor (IPB), Glutamat mulai dikenal sejak 1908 dan ditemukan pertama kali oleh Prof. Kikunea Ikeda.
Ikeda saat itu meneliti Dashi, kaldu berbahan dasar rumput laut yang sering digunakan dalam masakan Jepang. Penelitiannya menghasilkan satu rasa baru yang khas dan dinamakan umami.
"Ternyata komponennya yakni asam glutamat, mirip seperti yang ada di gandum atau gluten. Protein ini ternyata punya cita rasa khas yang juga ada di salah satu jenis rumput laut atau konbu, termasuk dalam dashi," kata dia dalam acara temu media di kantor Ajinomoto, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Meski diakui sebagai dasar cita rasa kelima, banyak pihak, termasuk dokter dan ahli gizi meragukan keamanan penggunaan MSG, khsusunya dalam hal kesehatan.
Baca Juga: Ditawari Gabung Gerindra, Jenderal Gatot Bilang Ini ke Prabowo
Padahal, kata Purwiyatno, kandungan sodium di dalam MSG lebih sedikit daripada garam. Dari serangkaian penelitian ilmiah yang cukup panjang, MSG dinyatakan aman, asalkan dikonsumsi dengan batas maksimum penggunaan secukupnya atau sewajarnya.
"Apa yang beredar di masyarakat awam tidak selalu sama pada masyarakat akademik yang bisa lihat jurnal ilmiah. Karena masyarakat awam kan tidak membaca jurnal," ujarnya.
Sama seperti gula dan garam, jika dikonsumsi secara berlebihan, MSG memang dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan.
Selain melalui MSG, sebenarnya, kata Purwiyatno, rasa umami juga bisa didapatkan dari bahan-bahan alami, misalnya dashi, kaldu Jepang yang terbuat dari sari kombu dan katsuobushi, asparagus, keju, daging hingga tomat.
Baca Juga: Melaney Ricardo Anti Endorse Barang KW