Suara.com - Baru-baru ini penderita kanker payudara dan penyintasnya dibuat meradang ihwal pencabutan jaminan obat kanker payudara Trastuzumab oleh BPJS Kesehatan.
Shanti Persada, perwakilan komunitas Lovepink mengatakan, selama ini obat tersebut sudah teruji efektivitasnya dalam menangani kanker payudara.
Sebagai penyintas yang merasakan betul manfaat obat tersebut, Shanti tidak habis pikir mengapa BPJS Kesehatan tega mencabut jaminan akan obat tersebut. Itu berarti ribuan penderita kanker payudara di Indonesia terancam tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
"Obat ini memang yang paling efektif untuk mengobati kanker payudara saat ini. Makanya begitu kita dengar obat ini tak lagi ditanggung BPJS, pasien kaget. Apalagi yang sedang treatment. Bagaimana nasib saya selanjutnya," ujarnya di sela-sela peluncuran A2KPI di Kementerian Kesehatan, Selasa (27/3/2018).
Baca Juga: DPR Desak Berbagai Pihak Realisasikan Resolusi Rohingya
Shanti yang dulunya pernah mengidap kanker payudara mengatakan untuk bisa sembuh seperti sekarang, membutuhkan sekitar 30 kali pengobatan Trastuzumab. Harga obat Tratuzumab memang sangat mahal, namun ia meminta pemerintah segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan nyawa pasien kanker payudara.
"Kalau ada obat substitusi lain kita nggak masalah. Asal dijelasin kesempatan hidup pakai obat Trastuzumab sekian persen, lalu kalau pakai obat lain lebih bagus kita senang. Tapi ajak kita, karena kita sebagai user juga ingin dilibatkan dalam pengambilan kebijakan ini," ungkap Shanti panjang lebar.
Merujuk ke belakang, selama ini BPJS dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa kanker mengambil porsi pembiayaan yang sangat besar dan dalam kesempatan lain BPJS Kesehatan menyampaikan sinyalemen masalah keuangan yang dihadapi. Beberapa kalangan khawatir BPJS Kesehatan akan mengambil jalan pintas demi menyelesaikan masalah keuangannya.
"Jadi, kalau kita lihat ini BPJS salah perhitungan. Dulu awalnya membuat anggaran melihat data dari pasien yang terlihat. Tapi begitu BPJS jalan, pasien yang dulu sembunyi karena biaya pengobatan mahal, jadi keluar. Itu tidak sesuai dengan rencana BPJS, akhirnya BPJS rugi. Salah satu cara mereka adalah meniadakan jaminan untuk obat yang harganya sangat mahal," terang Shanti.
Baca Juga: Keluarga Benarkan Pernikahan Tata Janeeta dan Mehdi Zati