Suara.com - Stres ternyata telah diklasifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menular. Hal tersebut terungkap setelah tim peneliti dari University of Calgary mengatakan bahwa seseorang yang mengalami stres bisa saja menularkan kondisinya pada pasangan.
"Studi terbaru menunjukkan bahwa stres dan emosi bisa menular. Apakah ini memiliki konsekuensi jangka panjang pada otak, belum diketahui," kata Jaideep Bains, seorang Professor, Physiology, and Pharmacology di University of Calgary dilansir Zeenews.
Untuk penelitian ini, tim menganalisis efek stres pada pasangan tikus jantan dan betina. Peneliti kemudian memisahkan para tikus dari pasangannya dan memberikan paparan stres yang ringan pada masing-masing tikus.
Hasilnya, neuron CRH yang mengendalikan respons otak terhadap stres mengalami tekanan.
Baca Juga: Berbau Rasis, Instagram dan Snapchat Cabut Fitur GIF
Aktivasi neuron CRH (Corticotropin-releasing hormone) ini menyebabkan pelepasan sinyal kimiawi 'feromon alarm' pada tikus dan sinyal tersebut dapat dirasakan pasangannya.
Pasangan yang mendeteksi sinyal stres pada gilirannya juga dapat menjadi stres. Para peneliti juga mengemukakan bahwa temuan ini mungkin bisa berlaku pada manusia.
"Kami dengan mudah mengkomunikasikan tekanan kepada orang lain, terkadang tanpa menyadarinya. Bahkan ada bukti bahwa beberapa gejala stres dapat bertahan dalam keluarga dan orang-orang tercinta dari orang-orang yang menderita PTSD," catat Bains.
Penelitian soal stres bisa menular dipublikasikan dalam jurnal Nature Neuroscience.
Baca Juga: Apa Kata Tompi Soal Filler dan Tanam Benang? Baca Ini!