Pada akhirnya, Othello membunuh istrinya sendiri, meski sebenarnya sang istri sama sekali tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan tersebut.
Sindrom Othello termasuk ke dalam gangguan kejiwaan terkait delusi. Delusi terjadi saat otak merasakan atau memproses suatu hal yang tidak benar-benar terjadi.
Artinya, seseorang yang delusional tidak dapat membedakan mana kenyataan dan imajinasi, sehingga ia meyakini dan bersikap sesuai dengan hal yang ia percaya (yang padahal sangat bertentangan dengan keadaan sebenarnya).
Seseorang yang memiliki sindrom Othello sangat menyakini betul bahwa pasangannya berselingkuh sehingga ia terus-menerus memendam perasaan cemburu yang berlebihan dan tidak wajar.
Baca Juga: Tumblr Diblokir Kominfo, Menteri Rudiantara Malah Kaget
Mereka juga akan terus mencoba membenarkan atau membuktikan bahwa pasangannya tidak setia. Contohnya, selalu cek galeri ponsel pasangan, cek pesan dan chat, menjawab setiap panggilan masuk, kepo-in Facebook dan email.
Tak hanya itu, ia juga selalu menanyakan lokasi dan apa yang dilakukan pasangannya setiap 5 menit sekali, sampai diam-diam membuntuti pasangan kemana pun pergi (stalking).
Semu itu dilakukannya untuk mendapatkan bukti bahwa pasangannya tidak setia, walaupun sebenarnya tidak ada perubahan ganjil apapun pada diri pasangannya.
Bukannya tidak mungkin kecenderungan terbakar cemburu buta akibat sindrom Othello ini kemudian membuahkan tindak kekerasan atau kriminalitas, seperti tindak bunuh diri maupun pembunuhan, baik kepada pasangannya ataupun pihak lain yang dianggap mengganggu hubungannya dengan pasangan.
Sindrom Othello Banyak Diidap Lelaki yang Punya Gangguan Saraf
Sindrom Othello sebenarnya jarang ditemukan, namun kebanyakan diidap oleh kaum lelaki rentang usia 40-an. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa sekitar 69,5 persen penderita sindrom Othello memiliki gangguan saraf yang mendasari perilakunya.
Baca Juga: Ingin Tahu Apa Saja Tanda Hamil? Baca Ini!
Beberapa penyakit neurologis yang sering dikaitkan dengan sindrom Othello adalah stroke, trauma kepala, tumor otak, penyakit neurodegeneratif (kemunduran fungsi-fungsi saraf), infeksi otak, hingga efek penggunaan obat-obatan terlarang, khususnya yang mengandung dopamin.