Suara.com - Kanker khususnya kanker payudara dan serviks merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Hal ini, membuat sejumlah pihak, terus melakukan berbagai sosialisasi terhadap tindakan pencegahan dan penanganan kanker yang paling banyak diderita kaum perempuan tersebut.
Meski saat ini beragam fasilitas pelayanan kesehatan sudah semakin mudah dengan kehadiran BPJS Kesehatan yang dibuat oleh pemerintah, namun nyatanya masih banyak berbagai kendala yang dihadapi oleh para penderita kanker dalam praktiknya.
"Karena itu, kami membuat sebuah seminar yang bertujuan untuk menemukan solusi ataupun strategi yang nantinya dapat disampaikan pada para pemangku kebijakan, bagaimana sesungguhnya penangangan kesehatan bagi para penderita kanker, yang sesuai dengan kebutuhan para penderita," ujar Ketua Umum PPLIPI, Dra. Hj. Indah Suryadharma Ali dalam acara seminar 'Harapan Penderita Kanker di Era BPJS' di Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Seminar yang juga diselenggarakan oleh IKA PPSP Makassar, DKI & Java dan International Diaspora Global Health Network (IDGHN) tersebut, menghasilkan enam kesimpulan yang diinginkan penderita kanker melalui pelayanan BPJS, yang tepat waktu, nilai dan guna.
Baca Juga: Begini Cara Pemerintah Beri Dukungan Mobil Anak Bangsa
Pertama, kata Ketua Umum IDGHN Dra. Hani Moniaga, mammografi dapat ditanggung gratis oleh pemerintah, agar biayanya dapat lebih murah, sehingga deteksi kanker sejak dini, bisa dilakukan tanpa kendala.
"Kalau sekarang penderita kanker yang datang kebanyakan sudah telat semua, stadium 4 yang punya harapan hidup hanya 5 persen. Kalau bisa deteksi dini melalui mammografi, harapan hidup pasien bisa lebih panjang," jelasnya.
Sedangkan usulan kedua, lanjut dia, sistem rujukan yang bisa diubah. Selama ini, kata Dra. Hani, rujukan pasien kanker seakan 'menumpuk' di Rumah Sakit Dharmais. Mereka harus mengantri cukup panjang, sehingga tidak hanya menghabiskan waktu tapi juga energi.
Diharapkan, BPJS bisa menyediakan rumah sakit rujukan lain, dengan biaya langsung, sehingga lebih mudah dijangkau oleh para pasien. Banyak pasien kanker juga berharap, biopsi dan ahli onkologi terbaik juga bisa tersebar di berbagai rumah sakit lain.
Usulan selanjutnya ialah, tersedianya obat kanker maupun painkiller yang murah, yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, sehingga pengobatan bisa dilakukan lebih mudah.
Baca Juga: Warganet: Pelakor Makin Tak Tahu Diri! Ini 5 Alasannya
"Obat transudatmap, adalah obat standar untuk 25 persen pasien kanker stadium 4 standar dunia. Tiba-tiba dihapus pada 1 April 2017 oleh BPJS. Kita ingin obat tersebut diberlakukan kembali," jelasnya.
Dia berharap, usulan dari para komunitas kanker, yang rata-rata adalah perempuan ini bisa didengar, jangan sampai menunggu para perempuan menderita penyakit mematikan tersebut, sehingga angka penderita kanker di Indonesia bisa semakin ditekan.