Ritual Sifon, Tradisi Sunat Pakai Bambu yang Bisa Mengancam Nyawa

Ririn Indriani Suara.Com
Kamis, 01 Maret 2018 | 08:58 WIB
Ritual Sifon, Tradisi Sunat Pakai Bambu yang Bisa Mengancam Nyawa
Pisang simbol lelaki disunat atau dikhitan. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sunat tidak diwajibkan secara medis, tapi dapat dilakukan atas berbagai alasan seperti agama, budaya, hingga pilihan pribadi.

Tak hanya itu, sunat juga dapat menurunkan risiko lelaki tertular HIV. Tradisi sunat pun bisa berbeda-beda di setiap wilayah, contohnya ritual sifon di NTT yang mempraktikkan sunat pakai bambu.

Meski nilai adat dan kebudayaannya sakral, dampak ritual sifon bisa sangat fatal bagi kesehatan. Lalu, apa sebenarnya tradisi sifon? Simak ulasan lengkap yang dihimpun Hello Sehat.

Sifon adalah tradisi sunat yang turun-temurun dianut oleh suku Atoni Meto di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Jika pada umumnya sunat dilakukan saat anak laki-laki masih kecil, sifon ditujukan untuk lelaki setelah menginjak usia 18 tahun.

Baca Juga: Jangan Salah Kirim Pesan WhatsApp, Bisa Bahaya!

Sifon biasanya dilaksanakan pada musim panen dan memakan waktu selama tiga minggu sampai satu bulan lamanya. Seperti apa prosesi sifon?

Sebelum disunat, sang pemuda akan diminta untuk mengumpulkan dan menghitung batu sesuai dengan jumlah perempuan yang pernah terlibat hubungan seks dengannya. Setelah itu, tukang sunat yang disebut ahelet akan meminta pemuda tersebut berendam di dalam air sungai yang mengalir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI