Suara.com - Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) mendorong program nasional vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks segera dilaksanakan pemerintah, mengingat kondisinya sudah mendesak.
Data Globocan 2012, menunjukkan setiap satu jam perempuan meninggal, karena kanker serviks di Indonesia. Kematian seorang perempuan yang juga seorang ibu akibat kanker serviks bukan sekadar hilangnya satu nyawa, tapi membawa dampak sosial bagi anak dan keluarga yang ditinggalkan.
Hal itu ditegaskan Ketua HOGI Prof. dr. Andrijono SpOG(K) di hadapan anggota Komisi IX DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX, awal Februari. Skrining atau deteksi dini kanker serviks dengan tes pap smear dan IVA sampai saat ini tidak dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks.
Apalagi cakupan deteksi dini kanker serviks baru mencapai 11 persen, yaitu 4 persen dengan IVA dan 9 persen dengan pap smear.
Baca Juga: Pengacara Tolak Hadirkan Ahok di Sidang Cerai, Ini Alasannya
Kanker serviks adalah satu-satunya kanker yang dapat dicegah dengan vaksin. Vaksinasi HPV sangat efektif mencegah infeksi Human Pappiloma Virus (HPV) sebagai penyebab utama kanker serviks dan kanker mulut, tenggorokan dan kanker penis.
Lebih dari 70 persen kanker serviks disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.
HOGI menganjurkan vaksin diberikan untuk usia 9-55 tahun, namun lebih efektif untuk anak usia 9-13 tahun, sebelum si anak terpapar HPV.
Risiko tertular HPV pada perempuan di Indonesia semakin tinggi karena pernikahan usia dini yang masih tinggi. Sayangnya vaksin HPV belum dijadikan program nasional.
Baru sebagian kecil wilayah yang sudah melakukan yaitu propinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Bahkan di Yogyakarta hanya dua Kabupaten yaitu Kulon Progo dan Gunung Kidul, segera menyusul Manado dan Makasar.
Baca Juga: Ahok Hadirkan 2 Saksi di Sidang Cerai, Siapa Dia?
"Kalau vaksin diberikan secara sporadis di wilayah-wilayah kecil seperti ini tidak akan efektif. Program nasional vaksin HPV sudah sangat mendesak," ujar Andrijono.