Suara.com - PT Biofarma sebagai satu-satunya produsen vaksin difteri di Indonesia menyatakan tidak menggunakan hewan yang diharamkan dalam proses pembuatan vaksin tersebut.
"Difteri tidak pakai (hewan yang diharamkan), tetapi kalau istilah halal atau haram itu bukan kami yang menetapkan," tutur Direktur Utama PT Biofarma Juliman di Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Penetapan halal atau tidaknya vaksin difteri merupakan wewenang Majelis Ulama Indonesia (MUI), meskipun Biofarma menjamin produk-produknya memiliki kualitas yang tinggi dan aman untuk masyarakat Indonesia.
Untuk proses pembuatan vaksin difteri, Juliman menjelaskan bakteri difteri awalnya ditanam dan diperbanyak untuk nantinya menghasilkan toksin yang dimatikan dulu agar tidak menyebabkan penyakit. Setelah jadi, toksin yang dimatikan sementara itu diformulasi dengan bahan lain untuk menjadi vaksin.
Baca Juga: Imunisasi Serentak Tahap Pertama Berhasil Turunkan Kasus Difteri
"Itu yang diuji dan tentu ada syarat sebelum dipasarkan, diuji beres lalu diajukan ke BPOM. BPOM nanti akan mengeluarkan sertifikat," ucap Juliman.
Setelah lulus uji dari Biofarma dan BPOM, baru vaksin dijual. Dari proses membuat, mencampur sampai jadi, vaksin difteri membutuhkan waktu selama 3-4 bulan.
Juliman mengatakan vaksin difteri merupakan produk lama yang sudah diproduksi sejak tahun 90-an saat terdapat kasus difteri.
PT Biofarma memproduksi vaksin difteri disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah, misalnya pemerintah membutuhkan jumlah tertentu untuk satu jenis, pihaknya akan mengikuti.
Ia memastikan stok vaksin difteri masih cukup, apalagi pihaknya menghentikan ekspor ke negara lain selama kejadian luar biasa (KLB) difteri.
Baca Juga: Temuan Difteri Tambah, Anies: Jangan Panik, Tapi Waspada
"Tidak perlu impor karena impor belum tentu di luar juga ada, karena lama kami tidak ekspor ini saja dunia agak kekurangan," tutur Juliman. (Antara)