Kenali Toxic Shock Syndrome, Penyebab 2 Kaki Model Ini Diamputasi

Kamis, 21 Desember 2017 | 14:00 WIB
Kenali Toxic Shock Syndrome, Penyebab 2 Kaki Model Ini Diamputasi
Model Lauren Wasser (Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah harus kehilangan sebagian kaki kanannya akibat penyakit Toxic Shock Syndrome (TSS) pada 2012 lalu, perjuangan model Lauren Wasser belum berakhir.

Berbicara kepada Washington Post, Lauren mengatakan, dia masih merasakan "sakit yang luar biasa" setiap hari dan "mau tidak mau" harus kehilangan kaki kirinya juga.

Lauren kini aktif melakukan perjuangan, dan mengadvokasi undang-undang untuk mewajibkan National Institutes of Health melakukan penelitian serta regulasi seputar tampon dan produk kebersihan perempuan lainnya yang seringkali menjadi penyebab kondisi TSS.

Dr. Paul Sax, direktur medis divisi penyakit menular di Rumah Sakit Brigham dan Rumah Sakit Boston mengatakan, ada beberapa hal yang harus perempuan ketahui mengenai Toxic Shock Syndrome.

Baca Juga: Sedihnya Model Cantik Ini Kehilangan Kaki karena Pembalut

Apa itu Toxic shock syndrome?

Toxic shock syndrome (TSS) adalah komplikasi berat yang paling sering terjadi akibat infeksi Staphylococcus aureus, atau staph. "Pada beberapa orang yang memiliki infeksi ini, bakteri membuat racun dan tubuh mereka tidak mampu melawan toksin dengan baik," kata Sax.

Akibatnya, tekanan darah menjadi sangat rendah dan mengakibatkan beberapa komplikasi lain termasuk kegagalan organ tubuh, kehilangan anggota tubuh, hingga kematian.

Bagaimana seseorang bisa kena Toxic Shock Syndrome?

Meski luka terbuka atau komplikasi bedah dapat menyebabkan TSS, penyakit ini juga paling sering dikaitkan dengan penggunaan tampon atau benda silinder yang berfungsi sebagai alat serap saat menstruasi pada perempuan.

Baca Juga: Lima Model dengan Penghasilan Tertinggi di Dunia

Lauren Wasser mengklaim, tampon merupakan salah dalam penyebab ia terjangkit TSS dan pada 2015 lalu telah mengajukan tuntutan hukum terhadap produsen tampon, Kotex.

Pada 1980an, menurut CDC, tampon yang memiliki daya serap tinggi, mengandung bahan seperti busa poliester dan karboksimetilselulosa yang disorot sebagai faktor penambah risiko TSS. "Tampon dengan daya serap tinggi dan material khusus ini menyebabkan pertumbuhan berlebih dari infeksi staph aureus ini, dan sebagai tambahan, bahan tersebut benar-benar menyebabkan lebih banyak racun," kata Sax.

Setelah penemuan tersebut, masih menurut CDC, perusahaan mulai membuat tampon dengan daya serap yang lebih rendah dan penggantian material secara bertahap. Sebagai hasil dari perubahan tersebut serta pendidikan masyarakat yang lebih baik, kejadian TSS mulai merosot.

Karena itu, bila perempuan terkena TSS, Ia adalah seseorang "dengan strain staph aureus yang menghasilkan racun dan kemudian menjadi tipe orang yang, karena alasan genetik, tidak membuat respons antibodi yang sesuai terhadap toksin," kata Sax.

Apa saja gejala Toxic Shock Syndrome?

Tanda-tanda TSS termasuk diantaranya demam tinggi, tekanan darah rendah, gangguan saluran cerna, ruam pada telapak tangan, kebingungan, nyeri otot, kemerahan pada wajah, kejang dan sakit kepala.

"Mereka sangat, sangat sakit. Mereka memiliki tekanan darah rendah, mereka sering mendapatkan flu yang mengerikan, terkadang pemikiran mereka tidak begitu jelas, seringkali orang merasa sangat bengkak. "

Apakah Toxic Shock Syndrome dapat disembuhkan?

Maski bisa berakibat fatal, TSS bisa diobati jika didiagnosis lebih awal. Dokter biasanya merawat pasien TSS dengan antibiotik, obat tekanan darah dan cairan yang dapat mengobati dehidrasi terkait dengan TSS dan membantu membuang racun dari tubuh.

Bagaimana seseorang bisa terhindar dari Toxic Shock Syndrome?

"Kondisi ini cukup langka sehingga, pada tingkat praktis, saya merasa tidak ada banyak hal yang harus dilakukan orang untuk mencegahnya, selain melakukan penilaian yang baik mengenai frekuensi penggantian tampon," kata Sax. Para ahli merekomendasikan mengubah tampon setiap empat sampai delapan jam sekali. (Time)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI