Ini Dia Penyebab Difteri Merenggut Nyawa

Rabu, 20 Desember 2017 | 08:39 WIB
Ini Dia Penyebab Difteri Merenggut Nyawa
Petugas Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat memberikan vaksin DPT (Difteri, Tetanus, dan Pertusis) ke Mahasiswa Universitas Tarumanegara (UNTAR) di Jakarta, Jumat (15/12).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Data terbaru dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan adanya 600 kasus infeksi difteri terjadi di 142 kota/kabupaten, di mana 38 pasien diantaranya meninggal dunia. Difteri sebenarnya merupakan penyakit kuno yang sudah ditemukan sejak abad 5 SM.

Pada abad 6, difteri pernah menjadi epidemik di seluruh dunia. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukan vaksin, kasus difteri mulai menghilang.

"Masyarakat sudah lengah karena menyangka penyakit ini sudah tidak ada. Kalau ktia tidak waspada, terjadilah kasus difteri seperti sekarang ini," kata Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K) dari FKUI RSCM pada diskusi Ngobras, Selasa (19/12/2017).

Infeksi difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Dalam dua hingga tiga hari setelah terinfeksi virus ini, pasien biasanya akan memiliki pseudo-membran berwarna putih di tenggoorokan dan tonsil yang membengkak.

Baca Juga: RSUD Sekarwangi Sukabumi Rawat Lima Pasien Difteri

"Lendir bisa menutup saluran napas sehingga napas sesak. Bila lendir terus turun ke saluran napas bawah, akan menimbulkan sakit berat bahkan kematian," ungkap lelaki yang akrab disapa dr. Hinki.

Komplikasi akibat penyakit difteri, kata dr Hinki terjadi akibat toksin yang dihasilkan bakteri difteri. Selama kuman masih ada, toksin akan terus dihasilkan, hingga akhirnya menyerang jantung dan menyebabkan peradangan otot jantung.

"Tingkat kematiannya 5-10 persen. Padahal vaksin bisa mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Lalu kenapa sekarang orang takut divaksin," imbuhnya.

Untuk menetralisir racun yang sudah beredar, pasien, kata dia, akan diberikan anti toksin. Namun, bila toksin sudah menempel di jantung, hanya bisa menunggu tubuh menetralisir. Kalau tubuh gagal melakukannya, detak jantung bisa terganggu dan kematian bisa terjadi.

Cakupan vaksin DPT secara nasional memang tinggi. Namun bila dilihat per kabupaten, per kecamatan dan per kelurahan, ada kantong-kantong yang cakupannya sangat rendah. Menurut dr Hinki, inilah yang menyebabkan kasus difteri kembali merebak bahkan meledak di Indonesia.

Baca Juga: KLB Difteri, Apakah Orang Dewasa juga Perlu Divaksin?

Dia pun menegaskan, bahwa difteri tidak cukup dicegah dengan imunisasi dasar. Setelah pemberian tiga dosis imunisasi dasar saat bayi, perlu dilakukan booster di usia 18-24 bulan, lima tahun dan 10 tahun.

"Yang pasti, kampanye soal vaksin harus diulang-ulang terus. Kita harus terus konsisten. Jangan malas dan bosan, karena itulah yang ditunggu oleh kelompok antivaksin," tandas dr. Hinki.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI