"Itu adalah tantangan terbesar bagi Saya supaya Signteraktif berkembang dengan cepat dan teman-teman tuli memiliki wadah juru bahasa," katanya.
Lain Ismail, lain lagi Slamet Tohari. Tohari yang memiliki kelainan pada bagian kaki menilai bila kesempatan sekolah yang laik bagi orang dengan disabilitas masih sangat minim.
Belum lagi, katanya, ada kesan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia masih dipandang sebagai penduduk kelas dua dan tidak diberikan kesempatan yang sama.
"Belum ada diakusi tengang penyandang disabilitas. Minim juga penyandang disibalitas yang menyentuh pendidikan tinggi," ungkapnya.
Baca Juga: Etihad Airways Bersikap Diskriminatif pada Penumpang Disabilitas
Foto: bincang-bincang tentang inklusi difabel di Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Kamis, (14/12/2017). [Suara.com/Risna Halidi]
Sampai pada akhirnya Slamet membuat 'jalur alternatif' bagi penyandang disabilitas yang ingin mengenyam pendidikan di bangku universitas.
"Ini mempercepat proses keadilan bagi disabilitas dari pendidikan dan memperluas pendidikan menjadi modal sosial planning bagi disabilitas," dia menambahkan.
Di Bali, ada Ni Made Retni yang hidup tanpa kaki sejak beberapa tahun lalu. Meski hidup tanpa kaki, Retni berhasil masuk tim nasional Rugbi Indonesia dan menjadi kapten serta dipanggil mengikuti seleksi bermain di tim Rugbi Kursi Roda New South Wales pada 2018 mendatang.
Keberhasilan Retni tak terlepas dari pola pikir positif yang selalu ia terapkan. Karenanya, ia selalu menekankan pentingnya rasa percaya diri bagi para penyandang disabilitas dan tidak terkubur dalam sekat-sekat keterbatasan.
Baca Juga: Tenaga Fisioterapi Akan Ada di Tiap Puskesmas Layani Disabilitas
"Banyak teman disabilitas yang belum percaya diri keluar rumah tanpa orangtua. Penting sekali memupuk kepercayaan diri," tutupnya.