Suara.com - Di seluruh dunia, kanker paru merupakan pembunuh utama penyakit kanker. Dr. Elisna Syahruddin, Ph.D, Sp.P(K) dari Departemen Pulmonologi dan Respiratori FKUI/RSUP Persahabatan mengungkapkan, dari 10 orang pasien yang terkena kanker paru, delapan di antaranya berisiko meninggal pada tahun sama.
Di Indonesia, insiden kanker paru diperkirakan 40 kasus dari 100.000 penduduk berisiko yaitu laki-laki berusia 40 tahun ke atas dan merokok. Selama ini, pengobatan kanker paru yang sering kita dengar adalah tindakan pembedahan, radioterapi, hingga kemoterapi.
Dokter Elisna mengatakan, tindakan pembedahan hanya bisa efektif pada kanker stadium 1 dan 2. Sementara efek dari tindakan kemoterapi cukup berat, sehingga membuat sistem imun penderita kanker melemah. Adapula terapi target yang bersifat spesifik, yakni hanya mengejar sel yang mengalami mutasi tertentu.
"Karenanya untuk bisa diberikan obat terapi target, sebelumnya harus diperiksa dulu apakah kanker memiliki mutasi gen tertentu," kata dr. Elisna.
Baca Juga: Kelenjar Getah Bening Meradang, Bisa Sebabkan Kankerkah?
Berkat perkembangan teknologi di bidang kesehatan, kini tersedia metode penatalaksanaan kanker paru terbaru yang disebut imunoterapi. Seperti terapi target, dokter Elisna mengatakan, obat ini juga bekerja secara spesifik.
"Bedanya, imunoterapi bekerja di level imunologi, bukan mutase gen. Kita pakai obat anti PD-1, imunoterapi pertama yang tersedia untuk kanker paru," ungkapnya.
Dokter Elisna menjelaskan, tidak semua sel kanker memiliki PD-1. Kanker paru jenis bukan sel besar (KPKBSK) termasuk yang memilikinya sehingga penatalaksanaan jenis kanker ini efektif dilakukan dengan imunoterapi.
"Maka sebelum diberikan anti PD-1, harus dilakukan dulu pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat protein PD-L1 pada sel kanker ada atau tidak," ungkap dr. Elisna.
Lebih lanjut, dia memaparkan, pengobatan dengan imunoterapi sudah masuk dalam panduan Persatuan Dokter Paru Indonesia untuk pengobatan kanker paru. Bila hasil pemeriksaan pasien ditemukan PD-L1 lebih besar dari 50 persen, maka obat anti PD-1 bisa langsung diberikan sebagai terapi lini pertama. Namun bila nilainya kurang dari 50 persen, imunoterapi bisa diberikan sebagai penatalaksanaan sekunder.
Baca Juga: Studi: Seperlima Penyintas Kanker Alami Stres Pascatrauma
Obat anti PD-L1 diberikan melalui infus, tiap 3 minggu. Menurut penelitian, obat ini bisa dipakai hingga satu tahun. Elisna mengatakan obat ini akan masuk Indonesia tahun depan. Kini masih dilakukan persiapan di 14 center di Indonesia untuk bisa melakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk PD-L1.