Suara.com - Jumlah perokok di Indonesia disebut-sebut tertinggi di dunia, yakni sebesar 68 persen. Ironisnya, sebagian besar perokok di Indonesia justru tinggal di daerah pedesaan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Seperti diungkapkan Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nunik Kusumawardani, jumlah perokok di pedesaan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan perkotaan.
"Dari segi pendidikan, 7 dari 10 masyarakat yang tidak lulus SD adalah perokok," ujar dia dalam peluncuran buku Health Economic Costs of Tobacco in Indonesia di Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, konsumsi rokok pada kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah menempati urutan ketiga setelah beras dan bahan pangan. Ini tentu sangat disayangkan. Pasalnya, pemenuhan gizi dan pendidikan anak tidak menjadi prioritas dibandingkan rokok.
"Persentase rata-rata pengeluaran per bulan per kapita untuk tembakau pada kondisi terakhir pada 2014 masih dalam posisi tertinggi ketiga setelah produk makanan kemasan dan serealia, serta lebih tinggi dari pengeluaran per kapita untuk sayuran dan buah serta makanan sumber protein," imbuh dia.
Hasil penelitian Nunik mengenai konsumsi tembakau di Indonesia dipublikasikan dalam buku Health and Economic Cost of Tobacco in Indonesia terbitan Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, Siswanto mengatakan rekomendasi dari tulisan ini diharapkan bisa menjadi rujukan untuk menetapkan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.
"Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka mata para pemangku kepentingan untuk menekan jumlah perokok dalam upaya menurunkan angka penyakit tidak menular," tandas Siswanto.
Baca Juga: Kerugian Akibat Rokok Bebani Negara Rp596,5 Triliun