Kerugian Akibat Rokok Bebani Negara Rp596,5 Triliun

Rabu, 22 November 2017 | 13:01 WIB
Kerugian Akibat Rokok Bebani Negara Rp596,5 Triliun
Ilustrasi lelaki merokok (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Banyak masyarakat menyadari bahaya rokok bagi kesehatan. Meski begitu, rokok masih menjadi konsumsi terbesar bagi masyarakat Indonesia setelah kebutuhan pokok.

Penelitian yang dilakukan Balitbangkes Kemenkes 2015 menemukan, bahwa dalam satu tahun, masyarakat Indonesia setidaknya membakar Rp208 triliun untuk rokok. Belanja rokok paling besar justru berada pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

"Dalam buku ini, terungkap bahwa beban ekonomi karena rokok saat ini sangat tinggi, yaitu mencapai Rp596,5 triliun per tahun. Sementara itu, penerimaan negara dari cukai rokok hanya 139 Triliun rupiah. lni artinya, kerugian akibat konsumsi rokok empat kali Iebih besar dari penerimaan negara dari cukai," ujar Dr. Soewarta Kosen, MPH, dari Balitbangkes Kemenkes RI pada peluncuran buku Health Economic Costs of Tobacco in Indonesia di Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Soewarta mengungkapkan, besaran kerugian ekonomi akibat rokok dihitung dari besarnya uang yang dikeluarkan masyarakat untuk belanja rokok, biaya pengobatan untuk penyakit akibat rokok, dan hilangnya waktu produktif akibat kecacatan serta kematian akibat rokok.

Baca Juga: Merokok Bisa Tingkatkan Konsentrasi? Ini Jawaban Dokter

"Biaya kesehatan untuk penyakit akibat rokok membebani masyarakat. Pada tahun 2015 saja, biaya pengobatan untuk penyakit akibat rokok berkisar Rp13,7 triliun. Hal ini menjadi beban biaya kesehatan yang kemudian harus ditanggung BPJS Kesehatan yang mengalami defisit triliunan rupiah setiap tahunnya," tambah dia.

Rokok seperti kita tahu adaIah faktor risiko utama berbagai penyakit tidak menular yang bersifat kronik membutuhkan biaya tinggi. Penyakit jantung, stroke dan kanker adaIah beberapa penyakit terkait rokok yang membebani BPJS Kesehatan. Pada tahun 2015, BPJS Kesheatan harus mengeluarkan Rp6,6 triliun hanya untuk penyakit jantung dan pembuluh darah.

"Beban ekonomi sebenarnya masih Iebih rendah dari kenyataannya karena belum memperhitungan biaya tidak langsung selama pengobatan, misalnya biaya transportasi dan kehilangan waktu produktif keluarga," tambah dia.

Menurut Soewarta Kosen, tingginya beban ekonomi karena rokok sewajarnya mematahkan keraguan pemerintah untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau.

Dia pun memberikan beberapa rekomendasi untuk menetapkan kebijakan mengenai rokok antara lain melakukan intensifikasi upaya pengendalian pemasaran rokok dan produk tembakau lainnya hingga meningkatkan cukai tembakau hingga maksimum 57 persen. 

Baca Juga: Belajar Berhenti Merokok lewat Komunitas Online Lebih Efektif

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI