Suara.com - Perempuan yang terlalu kurus atau terlalu gemuk sangat berisiko mengalami gangguan mood atau suasana hati seperti depresi dan kecemasan. Hal tersebut terjadi akibat rendahnya steroid neuroaktif yang baik bagi tubuh.
Adalah neurosteroid "Allopregnanolone" yang juga dikenal sebagai "allo", sebuah metabolit hormon progesteron atau hormon yang hanya dimiliki perempuan. Allo bekerja dengan menghasilkan suasana hati yang positif dan perasaan sejahtera.
Temuan menunjukkan bahwa perempuan dengan anoreksia nervosa, memiliki kadar allo pada darah 50 persen lebih rendah daripada perempuan dengan indeks massa tubuh yang normal. Sementara perempuan yang mengalami obesitas secara klinis memiliki kadar allo 60 persen lebih rendah daripada perempuan dengan berat badan normal.
Menurut peneliti, perempuan dengan kadar allo yang lebih rendah juga memiliki tingkat gejala depresi yang lebih parah.
Baca Juga: YouTube Rupanya Penuh Konten Cabul yang Khusus Menyasar Anak
"Depresi adalah masalah yang sangat umum, terutama pada perempuan, dan terutama pada spektrum yang ekstrem," kata Karen Miller, seorang profesor di Harvard Medical School.
"Kami mulai melihat lebih banyak bukti bahwa tingkat allo yang rendah terkait erat dengan depresi, kecemasan, gangguan stres pasca trauma dan gangguan mood lainnya," tambah Graziano Pinna, seorang associate professor di University of Illinois di Chicago, Amerika Serikat.
Selain itu, tingkat progesteron dan fungsi enzim juga akan lebih rendah pada kedua kelompok tersebut.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Neuropsychopharmacology melibatkan perenpuan dengan anorexia nervosa dan amenore (yang berhenti menstruasi) dengan indeks massa tubuh masing-masing kurang dari 18.5, perempuan dengan berat badan normal antara 19 dan 24 BMI, dan perempuan gemuk dengan BMI 25 atau lebih.
"Obat yang meningkatkan khasiat enzim ini bisa bermanfaat dalam membantu meningkatkan kadar allo," kata Pinna lagi.
Baca Juga: Gara-gara Raffi Ahmad Lamaran Syahnaz Sadiqah-Jeje Berubah
"Harapannya adalah pemahaman (lebih lanjut) mekanisme yang berkontribusi terhadap kelainan ini, termasuk kelainan regulasi hormon dan metabolit neuroaktif, serta dapat memberikan terapi bertarget baru di masa depan," lanjut Miller.