Suara.com - Untuk menekan rasa nyeri akibat kanker, pasien biasanya diresepkan obat golongan opioid seperti morfin, kodein, fentamil dan peridin. Namun sayangnya golongan obat analgesik narkotik ini kerap mendapat label negatif sehingga tak sedikit pasien maupun pihak keluarga yang menolak pemberian obat anti nyeri ini.
Direktur Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan dra. R. Dettie Yuliati, Apt. M,SI mengatakan konsumsi analgesik opioid di Indonesia masih sangat rendah, yakni 2 dosis per 1 juta penduduk pada 2010-2012 dan 3 dosis per 1 juta penduduk pada 2013. Padahal standar internasional penggunaan opioid adalah 100 dosis per 1 juta penduduk.
Angka penggunaan pereda nyeri golongan opioid yang masih sangat rendah di Indonesia, menurutnya, tak lepas dari kontroversi obat opioid. Padahal obat golongan narkotika tersebut merupakan salah satu penatalaksaan nyeri kanker yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
"Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan menurunkan kualitas hidup pasien. Bahkan dapat mengurangi kemampuan pasien untuk menjalani pengobatan kankernya atau gagal menjalani proses kematian yang tenang dan bermartabat," ujar dia dalam temu media 'Indonesia Bebas Nyeri Kanker 2020' di RS Kanker Dharmais, Kamis (2/11/2017).
Obat opioid analgesik, tambah dia, telah terbukti manfaatnya dalam mengatasi nyeri kanker yang berat. Sayangnya beberapa faktor seperti ketersediaan opioid alnalgesik yang rendah, kurangnya pengetahuan dan keengganan dokter untuk meresepkan obat tersebut hingga penolakan pasien menerima obat opioid mempengaruhi pemberian obat opioid pada pasien kanker.
"Oleh karena itu diperlukan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan untuk menjamin kemudahan akses, ketersediaan obat, edukasi petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien dengan nyeri kanker agar Indonesia bisa bebas nyeri kanker pada 2020 mendatang," terang Dettie.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Rumah Sakit Kanker Dharmais, Abdul Kadir mengatakan pihaknya menargetkan pada 2018 Indonesia bebas nyeri bisa terwujud di rumah sakit yang mendapat status sebagai pusat rujukan kanker nasional ini.
Untuk mencapainya, RS Kanker Dharmais, lanjut dia, memiliki ahli anestesi dalam jumlah banyak untuk memfokuskan pelayanan tak hanya dari segi pengobatan tapi juga paliatif.
"Langkah yang kita ambil dengan tim yang kuat kita kerjasama bagaimana penanganan tindak lanjutnya. Tentu kita harapkan agar langkah preventif promotif bisa lebih giat dilakukan. Edukasi ke masyarakat bagaimana deteksi dini kanker untuk mencegah jangan sampai jatuh sakit," pungkas Abdul.
Penggunaan Opioid untuk Atasi Nyeri Akibat Kanker Masih Rendah
Kamis, 02 November 2017 | 18:30 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Dokter Mayo Clinic Ungkap Perkembangan Terkini Pengobatan Kanker: Semakin Personal dengan Respons Lebih Baik
30 September 2024 | 17:46 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI