Panjang Sayatan Saat Bedah Caesar Pengaruhi Rasa Sakit

Senin, 23 Oktober 2017 | 15:57 WIB
Panjang Sayatan Saat Bedah Caesar Pengaruhi Rasa Sakit
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Studi terbaru menunjukkan, rasa sakit yang ditimbulkan oleh perempuan setelah kelahiran dengan bedah caesar atau sesar, mungkin akan bergantung pada panjang sayatan.

Berdasarkan temuan tersebut, peneliti merekomendasikan rentang optimal untuk jarak sayatan sesar menjadi antara 12 hingga 17 sentimeter atau sekitar 4,5 hingga 6,5 inci saja. Selain itu, peneliti juga menyarankan agar tidak ada lagi sayatan yang terlalu pendek atau terlalu panjang dari yang direkomendasikan jika memungkinkan.

"Sepengetahuan kami, efek Goldilocks dari panjang insisi bedah pada rasa sakit belum dilaporkan sebelumnya, dan perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap efek peregangan jaringan jangka pendek dan trauma jaringan yang meningkat pada nyeri paska bedah caesar akut dan kronis," kata pemimpin penelitian, Ruth Landau, MD, direktur kebidanan dan direktur Center for Precision Medicine di Anestesiologi, Columbia University Medical Center, New York, dilansir Zeenews.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa tim peneliti menemukan variabilitas yang luar biasa pada panjang insisi bedah. Panjang rata-rata bedah adalah 15 sentimeter, kisarannya adalah antara 9 sampai 23 sentimeter, yang mungkin sebagian disebabkan oleh praktik ahli bedah dan karakteristik tubuh pasien.

Penelitian ini melibatkan 690 perempuan yang menjalani persalinan bedah sesar sebagai pilihan. Di mana, 37 persen menjalani operasi sesar berulang, yang dievaluasi sebelum operasi dan diikuti hingga 12 bulan setelahnya.

Hasilnya, panjang insisi bedah yang lebih pendek atau lebih panjang, dikaitkan dengan meningkatnya rasa sakit.

Perempuan dengan sayatan lebih pendek atau kurang dari 12 cm atau sekitar 4,5 inci, lebih mungkin melaporkan rasa nyeri lebih tinggi sesaat setelah melahirkan, yang menurut para penulis, kemungkinan mengindikasikan adanya jaringan intens membentang saat melahirkan.

Sementara perempuan dengan sayatan lebih panjang atau lebih dari 17 cm atau sekitar 6,5 inci, juga cenderung melaporkan nyeri lebih tinggi, termasuk hipergesia luka, atau kepekaan nyeri pada insisi bedah yang meningkat.

Konsisten dengan penelitian sebelumnya, sakit kronis setelah persalinan sesar sangat jarang terjadi, dengan kurang dari 3 persen perempuan melaporkan nyeri kronis satu tahun setelah kelahiran sesar mereka.

Di antara mereka yang menjalani operasi sesar berulang, nyeri kronis dilaporkan oleh 12 di antaranya, dibandingkan dengan tujuh perempuan yang menjalani operasi sesar untuk pertama kalinya atau sekitar 4,7 persen vs 1,6 persen.

Secara keseluruhan pada satu tahun, gejala nyeri terkait pembedahan, sebagian besar digambarkan sebagai 'nyeri lembut,'dan dilaporkan terjadi pada sebanyak 4,7 persen perempuan. Sementara gejala neuropati seperti gatal, kesemutan atau kebas dilaporkan sebesar 19 persen.

Studi multisenter mengevaluasi berbagai faktor termasuk pengaruh etnisitas, indeks massa tubuh (IMT), parameter psikologis dan karakteristik bekas luka sebelumnya untuk perempuan dengan persalinan sebelum kelahiran dan karakteristik luka.

Studi tersebut menemukan bahwa perempuan dengan IMT tinggi lebih cenderung memiliki insisi bedah yang lebih besar, meski tidak semua perempuan dengan sayatan bedah lebih besar mengalami obesitas. Dr Landau mengatakan bagian bedah sesar adalah model bedah yang unik, karena ahli obstetri dapat melakukan prosedur pembedahan yang sama berulang kali pada perempuan yang sama.

"Oleh karena itu, penelitian yang mengidentifikasi panjang ideal insisi bedah pada bedah sesar, dengan mempertimbangkan bentuk tubuh perempuan dan bekas luka sebelumnya, jika ada, sangat penting," imbuhnya.

Selanjutnya, penelitian yang mengevaluasi apakah gejala nyeri neuropati persisten dari operasi sesar sebelumnya terkait dengan pengalaman nyeri yang lebih buruk pada persalinan sesar berikut dapat memberikan wawasan tentang mekanisme yang mencegah penyembuhan normal dan transisi dari rasa sakit akut ke kronis.

Penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan Anestesiologi 2017.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI