Kapan Seorang Perempuan Melakukan Mamogram Payudara?

Senin, 02 Oktober 2017 | 11:00 WIB
Kapan Seorang Perempuan Melakukan Mamogram Payudara?
Ilustrasi Periksa Payudara Sendiri (Sadari) untuk deteksi dini kanker payudara. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jika Anda mencoba mencari jawaban tentang kapan dan seberapa sering perempuan harus di-skrining untuk masalah kanker payudara dengan mamogram, Anda tidak akan menemukan kesepakatan universal.

Satu kelompok setuju bahwa seorang perempuan harus menjalani skrining pertama mereka antara usia 45 hingga 50. Selain itu, perempuan dengan riwayat keluarga terkena kanker payudara harus memulai skrining lebih awal.

Ketika metode mamogram muncul pada tahun 1970-an sebagai alat untuk mendeteksi kanker payudara, saat itu juga era Perang Melawan Kanker dimulai. Pemahaman awal tentang kanker kemudian mengarah bahwa menemukan kanker lebih awal, ketika tumor masih kecil, maka itu merupakan kesempatan terbaik untuk melawannya dan membantu seorang perempuan hidup lebih lama.

Kanker saat ini sangat distigmatisasi dan sering kali tabu untuk dibicarakan, sehingga para dokter berjuang agar masyarakat menerima penyakit tersebut dan mengenalkan gagasan untuk diuji sedini mungkin untuk mengendalikannya. Saran umumnya adalah menyaring sedini dan sesering mungkin.

Baca Juga: Rekomendasi Ahli Agar Pengobatan Kanker Payudara Berjalan Efektif

Namun, asumsi bahwa skrining akan menyebabkan kehidupan lebih lama dan lebih banyak nyawa yang akan diselamatkan dari kanker, ada data yang bertentangan mengenai apakah itu benar-benar terjadi.

Penelitian menunjukkan, perempuan yang di-skrining secara teratur tidak selalu dapat menghindari kematian akibat kanker payudara, dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah di-skrining.

Bahkan, usia di mana dokter menyarankan agar perempuan mulai mendapatkan mamogram yaitu 40 tahun dinilai peneliti 'agak sewenang-wenang', berdasarkan fakta bahwa kanker, seperti kanker payudara pada khususnya adalah penyakit yang terjadi pada orangtua.

Studi tersebut juga menunjukkan, tingginya jumlah lesi yang ditemukan oleh mamografi, beberapa di antaranya positif tetapi palsu, menyebabkan lonjakan pada pengujian tambahan, biopsi dan perawatan radikal, termasuk mastektomi dan bahkan mastektomi profilaksis, di mana perempuan memutuskan untuk mengangkat kedua payudaranya bahkan jika hanya memiliki satu tumor saja.

Studi telah menemukan bahwa mammogram di AS dapat menyebabkan hasil positif palsu hingga 30 persen lebih tinggi di mana lesi yang mencurigakan ternyata tidak menyebabkan kanker.

Baca Juga: Perempuan, Waspadalah Bila Payudara Alami Perubahan Ini

Dalam beberapa dekade terakhir, bukti ilmiah baru mulai masuk karena cukup banyak perempuan yang diskrining dan bertahun-tahun mendokumentasikan tingkat kanker payudara dan penyebab kematiannya.

Namun, pesan intuitif di balik skrining yaitu mencari kanker, membantu menemukannya dan mengobatinya, sangat kuat sehingga sulit bagi dokter dan masyarakat untuk 'mempertanyakan' metode mammogram.

Kemudian lagi, Satuan Tugas Pelayanan Pencegahan AS atau USPSTF, yaitu sekelompok pakar independen yang diminta pemerintah AS membahas topik tersebut.

Ketika USPSTF meninjau literatur tentang mammogram, mereka sampai pada kesimpulan yang mengejutkan. Ada sedikit bukti untuk mendukung manfaat mammogram pada perempuan muda, kata mereka. Bagi mereka, risiko biopsi lesi pada hal yang mencurigakan, atau prosedur tambahan, sebanding manfaatnya untuk melindungi mereka dari kanker payudara tahap lanjut.

Setelah menganalisis data, mereka merekomendasikan agar kebanyakan perempuan memulai skrining mammogram pada usia 50, bukan 40, dan diminta diulang setiap dua tahun sekali daripada setiap tahun.

Rekomendasi tersebut mendatangkan malapetaka pada komunitas penggiat kanker dan menyebabkan kebingungan di kalangan perempuan.

Advokat kanker payudara yakin bahwa saran tersebut akan mengarah pada kenaikan tingkat penderita kanker payudara, belum lagi kematian akibat kanker payudara, jika lebih banyak
perempuan menunda skrining.

Susan G. Komen, misalnya, menyuarakan kekhawatiran bahwa perempuan yang lebih muda mungkin merasa kurang mendesak untuk melakukan mammogram. "Ada cukup ketidakpastian tentang usia di mana mamografi harus dimulai dan frekuensi skrining bahwa kita tidak ingin melihat perubahan dalam kebijakan untuk skrining mamografi saat ini," kata Susan dan kelompoknya dalam sebuah pernyataan tahun 2009 yang menanggapi temuan USPSTF.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 6 persen sampai 17 persen, semakin sedikit perempuan berusia 40-an, tergantung pada etnis mereka, menjalani mamogram.

Namun bagaimanapun, menurut angka terbaru dari database kanker SEER, kematian akibat kanker payudara terus menurun pada tingkat yang sama, hampir 2 persen setiap tahun dari 2005-2014, bahkan setelah rekomendasi USPSTF dikeluarkan pada 2009.

Tingkat diagnosa kanker payudara baru juga belum melonjak sebagai akibat dari nasihat tersebut. Periset mengatakan, hal itu mungkin mencerminkan fakta bahwa beberapa kasus yang terdeteksi oleh mamogram di antara perempuan berusia 40-an mungkin bukan kanker, tetapi lesi yang diangkat oleh tes tersebut kemudian dikeluarkan atau diobati.

The American Cancer Society sekarang mengambil jalan tengah antara pedoman sebelumnya dan USPSTF dalam sarannya, dengan mengatakan bahwa perempuan harus mulai berbicara dengan dokter mereka tentang pemeriksaan mammogram saat mereka mencapai usia 45.

Pelajaran dari nasihat yang berubah adalah masih pentingnya bagi perempuan untuk di-skrining kanker payudara, karena mendeteksi tumor lebih awal terkait dengan kehidupan yang lebih lama dan lebih sedikit kematian akibat penyakit ini.

Tapi ketika perempuan harus mulai mendapatkan tes, dan seberapa sering melakukannya, sangat bergantung pada serangkaian faktor risiko kanker payudara seperti apakah dia merokok dan apakah dia memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini, misalnya. (Time)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI