Suara.com - Data yang dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2014 memperkirakan setidaknya 10 ribu orang mengalami henti jantung mendadak atau dalam istilah medis disebut sudden cardiac arrest.
Menanggapi hal ini dr. Jetty R.H. Sedyawan, SpJ mengatakan bahwa pertolongan pertama pada kasus jantung henti mendadak memiliki periode emas selama tujuh menit. Setiap satu menit, ia mengatakan, tingkat survival pada kasus henti jantung mendadak yang tidak segera ditangani menurun hingga tujuh persen.
"Henti jantung terjadi secara mendadak. Jadi pertolongan pada menit-menit pertama diperlukan untuk memastikan oksigen masuk ke otak, kalau tidak, maka dapat terjadi kerusakan otak atau pasien tidak dapat tertolong," ujar dia pada temu media yang dihelat Philips di Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Menurut Jetty, pertolongan pertama yang bisa dilakukan saat menghadapi orang yang mengalami henti jantung mendadak adalah dengan melakukan CPR atau resusitasi jantung paru. CPR dilakukan dengan memberikan penekanan di bagian dada sebanyak 30 kali.
Setelah itu, lanjut dia, beri bantuan napas pada orang yang mengalami henti jantung mendadak. "Lebih enak lagi kalau ada AED (Automated External Defibrilators). Tinggal otomatis ikuti instruksi dan bisa memberikan kejut listrik secara otomatis pada jantung yang berhenti mendadak," tambah Jetty.
Salah satu tanda seseorang mengalami henti jantung mendadak, jika tiba-tiba tak sadarkan diri secara mendadak. Bila ini yang terjadi, maka, kata dia, pertolongan pertama harus segera diberikan mengingat periode emas yang hanya sekitar tujuh menit, sehingga bila menunggu ambulans atau membawa ke rumah sakit, pasien rawan tak tertolong.
"Nunggu ambulans macet, rumah sakit jauh. Jadi nggak bisa menunggu lama. Sehingga pengetahuan tentang pertolongan pertama CPR harus dikuasai oleh masyarakat sehingga harapan hidup orang terdekatnya yang mengalami henti jantung mendadak bisa lebih besar," terangnya.