Pasangan Kritis, Perempuan Semakin Parah Alami Nyeri Punggung

Kamis, 24 Agustus 2017 | 19:40 WIB
Pasangan Kritis, Perempuan Semakin Parah Alami Nyeri Punggung
Ilustrasi pasangan terlalu kritis. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seseorang dengan nyeri punggung bawah yang kronis mungkin akan merasa lebih sakit jika memiliki pasangan yang terlalu kritis, dan tidak mendukung kondisi mereka.

Berdasarkan penelitian dalam jurnal Pain pada 8 Agustus lalu, perempuan yang mengalami nyeri punggung dan mereka yang memiliki gejala depresi, merupakan orang-orang yang paling rentan terhadap kritik dari pasangan mereka.

Apakah sikap kasar tersebut diungkapkan secara terang-terangan atau ditunjukkan melalui perlakuan?

"Sebagian besar penelitian tentang interaksi pasangan dan keluarga, pada orang-orang dengan sakit kronis, berfokus pada efek positif dari dukungan sosial yang memadai," kata penulis utama, John Burns dari Rush University di Chicago.

Baca Juga: Sering Masturbasi, Apakah Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

Burns mencatat, kritik terhadap pasangan bisa menyebabkan rasa sakit menjadi meningkat. Bahkan, sampai tiga jam kemudian, dan rasa sakit tersebut membuat pasien meringis, mengerang dan tegang.

Ini dapat menyebabkan meningkatnya kritik dari pasangan selama tiga jam tersebut. Burns mengatakan, bahwa dia juga menemukan dalam penelitian sebelumnya.

"Temuan (baru) ini menunjukkan efek berbahaya dari komunikasi pasangan yang negatif, yang ditujukan kepada pasien nyeri punggung bawah," ungkapnya.

Untuk penelitian ini, tim mengamati 71 pasangan melalui diskusi selama 10 menit tentang perspektif pasangan pada bagaimana pasien dengan penyakit degeneratif, stenosis tulang belakang dan hernia, serta bagaimana mereka bisa memperbaiki kemampuan untuk mengatasi rasa sakit.

Diskusi dimaksudkan untuk menghasilkan konflik. Namun, para penulis mencatat, tingkat kritik atau permusuhan tidak dimanipulasi.

Baca Juga: Kaum Perempun Diminta Kritis Sikapi Berita Hoax

Setelah itu, pasangan dengan nyeri punggung melakukan aktivitas terstruktur selama 10 menit yang melibatkan duduk, berdiri, berjalan, berbaring, membungkuk dan meregang untuk mengangkat benda yang diperhatikan oleh pasangan mereka.

Tim peneliti kemudian mengukur kritik, dan permusuhan yang mencolok dari pasangan yang dirasakan pada pihak pasien, serta intensitas nyeri pasien, perilaku nyeri dan gejala depresi.

Selama diskusi, para peneliti menemukan cara agar konflik dapat tercapai dan semua pasien melaporkan mengalami peningkatan signifikan dalam kecemasan, kemarahan dan kesedihan.

Selama aktivitas tersebut, pasien dengan skor depresi yang lebih tinggi juga lebih cenderung merasakan kritik dari pasangan yang lebih besar dan rasa sakitnya juga meningkat.

Demikian juga, permusuhan yang lebih besar dari pasangan yang diamati oleh tim peneliti, dikaitkan dengan skor depresi dan nyeri yang lebih tinggi untuk pasien.

Ketika para peneliti menyesuaikan faktor lain yang mempengaruhi rasa sakit, hubungan antara permusuhan suami-istri dan tingkat nyeri pasien memang paling berpengaruh secara statistik bagi pasien nyeri punggung perempuan.

"Penelitian tersebut sebenarnya mengharuskan pasien dan pasangan untuk bekerja sama, agar mereka bisa sembuh. Tapi, pada pasangan cukup bahagia sekalipun, mereka tetap akan mengucapkan komentar kritis dan rasa bermusuhan yang dapat mempengaruhi rasa sakit dan fungsi pasien," kata Burns.

Meski begitu, tim peneliti juga terkejut dengan bagaimana suami tampak benar-benar memperhatikan rasa sakit isteri selama diskusi dan akan menanyakan apakah tugas tersebut akan menyebabkan rasa sakit. Suami juga cenderung memberi saran bermanfaat kepada isterinya.

"Sangat mudah untuk merespon orang yang dicintai dengan mengabaikan perasan mereka, mengkritik, atau bereaksi dengan permusuhan atau penghinaan," kata Dr. Annmarie Cano dari Wayne State University di Detroit, yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini.

Respon seperti ini memang sangat menyakitkan, tidak hanya secara psikologis tapi juga fisik.

Burns mengatakan timnya sedang mengembangkan sebuah rencana uji coba klinis secara acak untuk menguji intervensi pernikahan anti-kritik.

"Penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa jenis dukungan terbaik adalah terapi yang dapat membantu pasien menjalani kehidupan, meski mereka memiliki rasa sakit," kata Kevin Alschuler dari University of Washington di Seattle.

"Ini memerlukan keseimbangan, karena kehilangan jika tidak, ini bisa berkontribusi pada rasa sakit yang lebih besar, sedikit aktivitas, mood rendah dan kualitas hidup yang lebih rendah," tandasnya. (Huffingtonpost)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI