Suara.com - Dimasz Jeremia Simorangkir dari Ministry of Vape Indonesia atau MOVI menegaskan bahwa vape atau yang biasa dikenal sebagai rokok elektrik bukanlah rokok dalam versi elektrik.
"Ada miss persepsi di sini. Vape itu bukan versi elektriknya rokok, karena vape adalah vape dan rokok adalah rokok. Vape tidak memakai tembakau, tidak dilinting, tidak dibakar. Vape adalah nicotine delivery divice. Vape juga punya keunikan dan keistimewaan, yaitu bebas tar," ucapnya saat ditemui Suara.com di Kantor LIPI, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Tar, yang terkandung dalam rokok konvesional adalah senyawa kimia berbahaya yang ada pada asap rokok. Zat ini kemudian akan mengendap di dalam paru-paru jika terhirup dan mengganggu fungsi rambut kecil yang melapisi permukaan paru-paru.
Oleh karena itu, Dimasz percaya jika vape merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan sebagai alternatif bagi perokok yang ingin mengurangi dampak negatif tar. "Vape adalah salah satu solusi yang bisa dipakai perokok mengurangi dampak negatifnya. Jadi, caranya adalah dia pindahkan dulu nih (nikotin), (karena) yang dibutuhkan (perokok) adalah nikotin, kemudian vape memberikan nikotin itu," terangnya.
Baca Juga: Awas! Terpapar Asap Rokok Berisiko Penyakit Mematikan Ini
Dimasz juga mengutip salah satu hasil penelitian di Inggris yang mengatakan jika vape 95 persen lebih aman dibandingkan merokok. Dengan demikian, vaping atau aktifitas mengisap vape tidak mengesampingkan adiksi dari nikotin tetapi menekan dampak negatif tar yang ada pada rokok konvensional.
Pada 2015, sempat ramai pernyataan dari Rachmat Gobel yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan akan melarang penggunaan e-cig di Indonesia. Dimasz mengatakan, komunitas pecinta vape di Indonesia menolak gagasan tersebut dan mengatakan bahwa mereka memiliki niatan yang sama dengan pemerintah untuk menekan jumlah perokok dan dampak rokok di Indonesia dengan cara beralih ke sesuatu yang lebih aman.
"Teknologi (vape) adalah teman pemerintah yang harus segera diakui untuk kemudian dapat diregulasi, dikembangkan serta disempurnakan," jelasnya.
Untuk itu, Dimasz berharap pemerintah seperti dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Bea Cukai dan BPOM mau duduk bersama untuk mengatur regulasi keberadaan vape secara resmi di Indonesia.
Dalam sebuah survei yang dilakuan oleh Ministry of Vape Indonesia pada 1560 konsumennya dikatakan, 53 persen dari mereka memilih untuk beralih dari merokok konvensional ke vaping, 27 persen memutuskan untuk berhenti merokok dan vaping, 11 persen masih mencampur antara rokok tradisonal dan vaping. Namun mengurangi rokok hingga 50 persen, serta 9 persen memilih kembali merokok karena menganggap vaping rumit.
Baca Juga: Ingin Tampil "Fashionable" Ala Puteri Diana? Baca Ini!