Anak Pengidap Ginjal Bisa Hidup Lebih Normal dan Kejar Cita-cita

Chaerunnisa Suara.Com
Kamis, 03 Agustus 2017 | 06:46 WIB
Anak Pengidap Ginjal Bisa Hidup Lebih Normal dan Kejar Cita-cita
Ilustrasi gagal ginjal (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peritoneal Dialysis membantu seorang anak dengan gagal ginjal memiliki hidup yang relatif normal, dan mengejar cita-citanya.

Aliefka (13) pergi ke sekolah, bermain bersama teman-temannya dan memiliki hidup normal, meski mengalami sakit gagal ginjal kronik (GGK). Umumnya, GGK menyerang orang dewasa tetapi juga dapat terjadi pada anak-anak.

Penyakit ginjal sering disebut dengan "silent disease", karena tidak selalu menunjukkan gejala awal. Sakit ginjal adalah penyakit yang menjangkit seumur hidup dan tidak dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi beberapa tipe sakit ginjal dapat diberikan perawatan-khususnya jika diketahui lebih awal-yang mana penting untuk mengenali faktor risiko serta gejala-gejala awalnya.

Meski menghadapi cobaan yang berat, Aliefka tetap berpikir positif dan optimis. Dia dapat menerima kondisinya dan tetap berusaha menggapai mimpinya.

Pada hari Aliefka divonis gagal ginjal, dia berkata, "Aku bisa menerima apa yang terjadi padaku, namun tidak ingin pasrah dengan keadaan. Aku ingin menggapai mimpi dan belajar bahasa Inggris lalu bekerja di luar negeri. Semoga mimpi itu bisa terwujud suatu hari nanti."

Sikap optimis Aliefka memberikan semangat dan kekuatan untuk Indri. "Kalau anak saya tidak pernah mengeluhkan kondisinya, kenapa justru saya yang mengeluh? Jadi, tugas saya sebagai orang tua adalah mendukung cita-citanya dan mewujudkannya menjadi nyata," ujarnya.

Aliefka pun dirujuk untuk melakukan cuci darah. Namun, perjalanan dari Balikpapan ke Jakarta menghabiskan waktu untuknya dan Aliefka. Putranya kehilangan hari-hari di sekolah.

Merasa frustasi, Indri diperkenalkan dengan metode Peritoneal Dialisis (PD), yaitu metode cuci darah yang telah terbukti memberikan keleluasaan bagi pasien untuk dapat cuci darah di rumah.

Metode PD bekerja dengan membersihkan racun dalam darah dan membuang cairan berlebih menggunakan membran pada tubuh, yaitu membran peritoneal, sebagai penyaring racun. Membran peritoneal menyaring racun serta cairan dari darah melalui cairan. Cairan yang mengandung racun akan dikeringkan dari rongga peritoneal setelah beberapa jam dan berganti dengan cairan baru. Ini disebut pergantian. Pada umumnya, pasien membutuhkan tiga hingga empat kali pergantian di setiap hari dengan waktu selama 30 menit. Pada saat proses penggantian, pasien dapat menjalani aktivitas dengan normal.

"Terapi PD untuk GGK adalah pilihan banyak pasien anak di beberapa negara Eropa dan penggunaannya terus meningkat ke berbagai negara lainnya, termasuk Indonesia. PD dapat digunakan untuk pasien anak usia berapapun dalam menunggu tujuan utama perawatan yang sesungguhnya, yaitu transplantasi ginjal," jelas Dr. Cahyani Gita Ambarsari, Spesialis Nefrologi pada anak di rumah sakit rujukan nasional.

Aliefka merupakan satu dari ribuan anak yang mengalami penyakit mematikan tersebut setiap tahunnya. Penelitian menunjukkan di Indonesia, angka penderita GGK pada anak-anak terus meningkat. Berdasarkan penelitian oleh UNICEF pada World Children Report 2012, Indonesia berada pada peringkat pertama di negara ASEAN dengan jumlah anak obesitas terbanyak, yaitu sebesar 12,2 persen, hal tersebut berpotensi untuk meningkatkan angka gagal ginjal pada anak.

"Dengan menjalani PD, putra saya bisa pergi ke sekolah, bermain bersama teman-temannya, dan bersosialisasi. Menjalani perawatan PD tidak dijadikan beban olehnya. Bahkan dia sudah bisa memasang sendiri peralatan PD, tanpa diperintahkan oleh saya. Ini merupakan tugas orangtua untuk memberikan perawatan terbaik bagi anak-anak kita, membesarkannya dan menjadikan mereka sukses. Jadi kita harus gigih serta disiplin," sambung Indri.

Berbicara mengenai Gagal Ginjal Kronik (GGK), dr. Cahyani Gita Ambarsari memaparkan beberapa gejala gagal ginjal pada anak, sebagai berikut:

1. Tangan dan kaki membengkak, area sekitar mata membengkak.

2. Tidak nafsu makan.

3. Frekuensi buang air kecil yang menurun atau bahkan meningkat.

4. Berubahnya warna urin menjadi kemerahan dalam waktu lama, hal ini mengindikasikan adanya darah, biasanya urine akan berbusa karena adanya protein.

5. Pusing karena tekanan darah yang tinggi

6. Gejala seperti flu, mual, muntah, lesu, kelelahan, dan tidak napsu makan.

7. Pertumbuhan cenderung lambat dibanding anak seusia lainnya.

8. Kesulitan berkonsentrasi dan prestasi yang buruk di sekolah.

Apabila anak sudah menunjukkan gejala-gejala tersebut, orangtua harus segera membawa anaknya ke spesialis nefrologi anak agar dapat diberikan perawatan yang sesuai.

"Mendeteksi penyakit pada waktu yang tepat dan memilih dialisis sebagai perawatan membantu dia untuk bangkit dalam menjalani hidup. Sebagai orangtua, saya merasa melihat putra saya dapat tetap tumbuh dan berinteraksi sebagai anak usia 13 tahun yang normal. Saya membayangkan hari di mana segala cita-cita Aliefka dapat terwujud," ungkap Ibu Indri sambil berlalu memandang putranya bermain bersama teman-temannya.

Baca Juga: Cuma 10 Persen Penderita Gagal Ginjal Jalani Terapi Sampai Tuntas

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI