Suara.com - Kematian manusia tertua di dunia, Emma Morano, di usia 117 tahun pada April lalu, membuat para ilmuwan tertarik menggali lebih dalam tentang batas hidup manusia. Selain Emma, Jeanne Calment di Prancis, meninggal di usia 122 tahun pada 1997 silam.
Umur manusia telah lama menjadi topik perdebatan, meski ada penelitian besar yang menyimpulkan manusia mungkin telah mencapai masa hidup maksimal mereka, dengan alasan jumlah manusia yang dilaporkan meninggal dunia pada umumnya telah meningkat sekitar 115 tahun.
Lima tim peneliti secara terpisah menemukan, rentang hidup manusia maksimum jauh melampaui prediksi sebelumnya. Diterbitkan dalam serangkaian makalah di jurnal Nature, makalah-makalah tersebut menyajikan fakta bahwa tidak ada bukti kuat manusia mendekati batas atas angka kematian, atau paling tidak, batas tersebut tidak bisa lebih dari 115 tahun.
"Saya sangat marah karena jurnal Nature yang sangat saya hormati menerbitkan parodi semacam itu," kata James Vaupel, seorang demografer di Max Planck Odense Centre di Denmark.
Vaupel mendirikan Database Internasional tentang umur manusia, salah satu database yang dianalisis dalam penelitian sebelumnya.
Orang di belakang penelitian tersebut, Jan Vijg, seorang ahli genetika molekuler di Albert Einstein College of Medicine di New York, sangat bersikeras terkait temuannya tersebut. Sehingga, kedua belah pihak terlibat perdebatan.
"Bukti menunjukkan tidak ada batas (umur manusia). Saat ini, bukti menunjukkan bahwa jika ada batas di atas 120 tahun, mungkin jauh di atas itu, dan mungkin tidak ada batasan sama sekali," kata Vaupel membantah penelitian Vijg.
Vijg sama-sama menolak argumen tersebut, dan menyiratkan kritikusnya kecewa saat menghadapi angka kematian mereka sendiri.
Sementara itu, Prof Siegfried Hekimi dari McGill University di Montreal mengungkapkan, rentang usia manusia diperkirakan naik. Sehingga, orang tertua yang hidup pada tahun 2.300 diperkirakan berusia 150 tahun.
"Kenaikan umur rata-rata tidak akan jatuh ke batas 115 tahun," imbuhnya.
Mengenai hal itu, Vijg pun membela penelitian timnya tersebut.
Baca Juga: Efek Tetap Bercinta di Usia 50 Tahun
"Kami setuju dengan tidak ada argumen yang diajukan. Terkadang karena berdasarkan kesalahpahaman, kami tidak setuju dengan argumen itu sendiri," katanya kepada Live Science.
Salah satu keluhan para penolak penelitian Vijg adalah, analisa Vijg mengenai data tersebut menjadi dua periode waktu sebelum dan sesudah 1995.
"Itu sesuatu yang seharusnya tidak Anda lakukan dalam statistik," kata Hekimi.
Vijg menganggap statistik yang tidak meyakinkan terjadi karena mereka "tidak membaca tulisannya dengan benar".
"Mereka mencoba menghadirkan model yang rumit untuk menunjukkan angka kematian sebenarnya menurun dengan usia sangat tua. Ini lebih buruk dari fiksi ilmiah," tandasnya. (Zeenews)