Suara.com - Laporan terbaru mengenai wabah akibat gigitan kelelawar menjadi kasus kematian pertama di Brasil pada tahun ini. Rabies manusia yang ditransmisikan oleh kelelawar sebelumnya telah terjadi di Brasil sejak 2004.
"Saya digigit tiga kali. Ketika saya terbangun di pagi hari, saya menemukan tempat tidur yang basah. Hujan turun dalam semalam, dan saya pikir air telah menetes masuk. Tapi itu adalah darah saya. Itu sangat mengejutkan," kata salah satu korban, Matheus Andrade, yang tinggal di pusat bersejarah kota tersebut.
"Luka itu kecil, tapi dalam, darahnya gelap dan tebal, dan daerah yang digigit itu tidak akan berhenti berdarah, bahkan ketika saya mencoba mencucinya," sambungnya.
Tim kontrol penyakit dari otoritas kesehatan negara Bahia (SESAB) telah dipaksa untuk memusnahkan kelelawar vampir dengan menangkap dan menghilangkan racun ke tubuh mereka, untuk mengendalikan jumlah populasi mereka yang meningkat, pada Sabtu 27 Mei lalu.
Menurut SESAB, Edivalson Francisco Souza (46), meninggal setelah memerah susu sapi di sebuah peternakan di Paramirim, saat dia secara tidak sengaja menginjak kelelawar rabies yang menggigit kakinya.
Petani tersebut menolak untuk mengungkapkan insiden tersebut, dan memilih mencuci lukanya, hingga gagal menemui dokter.
Tiga pekan kemudian, setelah dirawat di rumah sakit selama tujuh hari karena menderita sakit kepala, mual, kecemasan parah dan sesak napas, Edivalson baru teringat kejadian tersebut.
Dia dinyatakan positif rabies, tapi sudah terlambat untuk dokter mengelola vaksin tersebut dan dia meninggal tak lama kemudian pada bulan Maret 2017 ini.
SESAB segera mengeluarkan peringatan kesehatan kepada masyarakat, memperingatkan risiko tertular rabies, dan agar tetap waspada.
Dalam beberapa hari setelah kematian Francisco, penduduk yang tinggal di Ibu Kota Brasil, Salvador, sekitar 400 mil dari Paramirim, melaporkan serangkaian serangan oleh makhluk haus darah yang tampaknya telah menambahkan darah manusia ke menu mereka.
Selama tiga bulan terakhir, puluhan penduduk setempat yang ketakutan telah mengungkapkan diteror oleh mamalia yang terbang di malam hari itu.
Banyak yang terbangun karena melihat seprai mereka basah bersimbah darah setelah hewan bersayap itu menancapkan taring mereka ke kaki, tumit, dan siku manusia.
Kelelawar vampir, atau kelelawar biasa, adalah makhluk nokturnal kecil dengan lebar sayap sekitar delapan inci. Mereka hanya tinggal di Amerika dan makan darah, menusuk kulit mangsanya dengan gigi seri yang tajam.
"Kami telah mendeteksi perubahan perilaku kelelawar dan peningkatan populasi yang mengkhawatirkan di daerah tersebut. Kami percaya ini karena deforestasi dan penghancuran gua, yang memaksa kelelawar untuk bermigrasi ke kota-kota," kata Aroldo Carneiro, yang mengepalai unit surveilans rabies.
"Pusat kota tidak memiliki sumber makanan normal untuk makhluk hematofag (yang memakan darah) seperti kuda dan sapi. Kelelawar vampir harus menemukan alternatif untuk hidup, sehingga mereka menggigit anjing dan kucing, dan saat ini tidak tersedia, mereka pun beralih ke manusia," sambungnya.
Lebih lanjut, dia menekankan, serangan kelelawar pada manusia jarang terjadi di Salvador, namun penghancuran habitat alami mamalia nokturnal dan sejumlah besar sifat terbengkalai di pusat kota sebagai faktor yang berkontribusi terhadap wabah tersebut. (Metro)
Digigit Kelelawar, Lelaki Ini Meninggal Kena Rabies
Chaerunnisa Suara.Com
Rabu, 31 Mei 2017 | 18:45 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Novel 'Angsa dan Kelelawar': Menyelami Kehidupan dengan Misteri dan Kebenaran
13 April 2024 | 18:45 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Health | 18:29 WIB
Health | 16:15 WIB
Health | 15:04 WIB
Health | 08:33 WIB
Health | 08:15 WIB
Health | 05:15 WIB
Health | 17:50 WIB