Suara.com - Selama puasa, orang sering menghadapi masalah asam lambung. Meski asam lambung bukan merupakan penyakit mematikan, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi.
Sebuah peringatan kepada kita bahwa walaupun tampaknya tidak berbahaya, penyakit lambung tidak boleh dianggap remeh.
Berbicara soal penyakit lambung, GERD (gastroesophageal reflux disease) merupakan penyakit pencernaan yang paling umum terjadi di dunia yang diderita lebih dari 10-20 persen populasi orang dewasa.
GERD sering dianggap sebagai penyakit dari Dunia Barat dan sangat sedikit literatur yang tersedia mengenai penyakit ini di Asia. Dengan meningkatnya obesitas dan westernisasi di Asia, prevalensi GERD meningkat dengan cepat.
Dari studi berbasis populasi, prevalensi GERD berbasis gejala di Asia Timur adalah 2,5-4,8 persen sebelum 2005 dan 5,2-8,5 persen dari 2005 sampai 2010. Di Asia Tenggara dan Barat, prevalensimya mencapai 6,3-18,3 persen setelah 2005, jauh lebih tinggi dari angka di Asia Timur.
Untuk Indonesia, sayangnya hingga kini belum memiliki data epidemiologi lengkap mengenai kondisi ini.
Lantas, apa yang menjadi penyebab GERD rentan muncul ketika puasa? Konsultan penyakit lambung dan pencernaan dari FKUI/RSCM Dr. dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, mengatakan, GERD bisa dipicu dari kebiasaan seseorang yang sering langsung tidur setelah sahur.
"Ada sebagian Muslim yang langsung tidur setelah sahur. Hal ini dapat menyebabkan asam lambung balik arah kembali ke kerongkongan yang pada akhirnya bisa menyebabkan masalah pada saluran cerna atas mereka." terangnya.
Selain itu, lanjut Ari, ada kebiasaan buruk lain yang juga sering dilakukan pada saat Ramadan yaitu, makan terlalu berlebihan pada saat berbuka, diikuti dengan merokok.
"Dengan melakukan ini, Anda sebenarnya meningkatkan risiko untuk terjadinya masalah pada lambung seperti dispepsia dan terutama jika Anda sudah mempunyai penyakit maag sebelumnya,” terangnya.
Nah, untuk mencegah risiko tersebut Ari menganjurkan sebaiknya ketika berbuka, makan dengan porsi sedang. Misalnya, dimulai dengan makanan ringan dalam porsi kecil, lalu menunggu hingga salat Magrib.
Setelah salat Magrib, barulah menyantap makanan utama dengan porsi tak berlebihan. Selanjutnya salat Isya dan Tarawih.
"Budaya 'balas dendam' dengan berpikir untuk menggandakan makan siang dan makan malam saat berbuka harus dihindari. Selain itu, biasakan pula untuk berhenti makan dua jam sebelum tidur agar pencernaan bisa bekerja optimal," jelas Ari merinci.
Gejala GERD
Gejala khas dari GERD adalah rasa panas di dada seperti terbakar dan ada sesuatu yang balik arah seperti ada yang mengganjal atau disebut juga sebagai heartburn. Namun, kriteria GERD yang berbeda telah dipublikasikan dari seluruh dunia termasuk di Asia, dengan frekuensi gejala yang berbeda, dari seminggu sekali sampai bahkan setahun sekali.
Selain itu, belum ada konsensus yang yang membedakan GERD dari dispepsia.
Heartburn yang berhubungan dengan GERD biasanya dialami setelah makan. Ada juga gejala GERD lainnya termasuk suara serak, radang tenggorokan, batuk kering kronis, terutama pada malam hari.
GERD adalah penyebab umum batuk yang tidak dapat dijelaskan. Tidak jelas bagaimana GERD menyebabkan atau memperparah batuk, atau bagaimana asma dan obat-obatan yang digunakan untuk mengobatinya dapat memperburuk GERD, menyebabkan peningkatan air liur mendadak, bau mulut, sakit telinga dan nyeri dada.
Mengatasi GERD
Menurut Ari, penanganan penderita GERD pada prinsipnya adalah menghilangkan gejala dan mencegah komplikasi. Hal ini dapat dilakukan melalui intervensi non-medis atau perubahan gaya hidup, atau bila perlu, melalui intervensi medis.
Pasien GERD disarankan untuk tidak mengonsumsi daging secara berlebihan dalam waktu singkat, dan lebih baik meningkatkan konsumsi buah dan sayuran. Mereka juga disarankan untuk tidak mengonsumsi daging dan jeroan pada saat yang bersamaan, dan tidak makan makanan terlalu pedas atau asam.
Pasien juga harus menghindari tidur dua jam setelah makan, karena bisa menyebabkan refluks asam lambung. Pasien GERD harus mengurangi kopi, alkohol dan soda yang akan memperburuk kondisinya. Selain itu, menghindari stres dan mengendalikan berat badan hingga mencapai indeks massa tubuh ideal (IMT) juga penting.
Mengingat betapa bahayanya gangguan pencernaan seperti GERD yang rentan dialami selama puasa, umat Muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa diingatkan untuk menjaga keseimbangan asupan makanan yang sehat.
"Ini tentu bukanlah hal yang mudah di zaman sekarang ini. Namun melalui produk dan berbagai kegiatan kampanye marketing, kami mendukung masyarakat untuk dapat menyiapkan makanan sehat dengan cara yang mudah dan praktis, khususnya saat berpuasa dimana setiap orang harus menjaga stamina agar tetap sehat,” tutup Yongky Sentosa, Head of Personal Health Philips Indonesia.
Waspadai Refluks Asam Lambung Selama Puasa
Ririn Indriani Suara.Com
Selasa, 30 Mei 2017 | 08:07 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Simak Tips dan Pengobatan Dispepsia dari IDI Betun
19 Desember 2024 | 14:00 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Health | 21:57 WIB
Health | 17:32 WIB
Health | 17:24 WIB
Health | 16:40 WIB
Health | 17:20 WIB
Health | 17:07 WIB