Peneliti ReIde Indonesia Riyanda Barmawi berpandangan, secara umum masyarakat Indonesia belum memiliki kualitas kesehatan yang baik. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya pola konsumsi yang tidak sehat, pola hidup, dan masih banyak lagi. Riyanda dengan menukil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencatat, terdapat lima (5) penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia yang menyebar di 33 provinsi di Indonesia.
Pertama, Hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit ini menduduki prevalensi tertinggi di Indonesia, yaitu lebih dari seperempat, atau 25,8 persen. Riyanda mengatakan, Hipertensi bisa merusak organ tubuh dan pemicu gagal ginjal, stroke, dan jantung. Hipertensi bisa terjadi karena banyaknya asupan yang cenderung menghambat atau menyempitkan aliran darah, seperti konsumsi garam berlebihan, lemak tak jenuh.
“Data Riskesdas 2013 menyebutkan, Hipertensi banyak ditemukan di 3 (tiga) provinsi di Indonesia, yakni Bangka Belitung 30,9 persen, Kalimantan Selatan 30,8 persen, dan Kalimantan Timur 29,6 persen,” ujar Riyanda di Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Riyanda melanjutkan, penyakit kedua adalah penyakit Sendi, yang prevalensinya mencapai 24,7 persen. Penyakit sendi terjadi karena adanya penumpukan kristal asam urat di jaringan ikat. Misalnya, di daerah lutut, pangkal lengan, pergelangan tangan maupun kaki dan daerah-daerah yang bersendi. Gejalanya berupa nyeri, disertai kekakuan, merah, pembengkakan, yang bukan karena benturan ataupun kecelakaan.
Baca Juga: Hati-hati ! 10 Pekerjaan Ini Berisiko Terkena Penyakit Kanker
Berdasarkan data Riskesdas 2013, tiga provinsi dengan prevalensi penyakit sendi tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 33,1 persen, Jawa Barat sebesar 32,1 persen, dan Bali sebesar 30,0 persen.
“Langkah mengatasi penyakit sendi yakni dengan menjaga pola makan, cukup asupan kalsium dan vitamin sendi lainnya, serta rajin olah raga. Jangan lupa dengan memperbanyak minum air putih, susu, buah-buahan ceri, seledri, jeruk dan sumber multivitamin lainnya,” ujarnya.
Ketiga, penyakit Hepatitis B. Secara nasional prevalensinya mencapai 21,8 persen, atau menempati urutan tertinggi. Hepatitis B merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Sebenarnya penyakit hati ini bukan saja karena virus, tetapi juga akibat paparan bahan kimia berbahaya, karena hati berfungsi untuk menetralkan racun di dalam tubuh.
“Provinsi dengan prevalensi tertinggi hepatitis B, yaitu Bangka Belitung 48,2 persen, Maluku 47,6 persen, dan DKI Jakarta 37,7 persen,” ujar dia.
Keempat, serangan stroke. Dikatakan Riyanda, prevalensi serangan stroke mencapai 12,1 persen. Stroke merupakan penyakit yang datanya paling pesat peningkatannya. Pada tahun 2007 prevalensinya berkisar pada angka 8,3 persen. Jumlah ini meningkat tajam pada tahun 2013 menjadi 12,1 persen. Prevalensi stroke ada di DI Yogyakarta 16,9 persen, Sulawesi Tengah 16,6 persen, dan Jawa Timur 16,0 persen.
Baca Juga: Selain Stroke, Cahyono Derita Dua Penyakit Mematikan Ini
Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan stroke sebagai penyakit karena deficit fungsi susunan syaraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah di otak.
“Stroke banyak dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat, pola makan sembarangan yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah di otak, gampang stress, kurang gerak. Apalagi dengan pola hidup perkotaan di mana mobilitas sangat tergantung kepada alat transportasi, bukan aktivitas fisik,” beber dia.
Kelima, balita kurang gizi. Penyakit ini sangat paradoksal di tengah pola konsumsi masyarakat yang mulai tidak terkontrol. Prevalensi balita kurang gizi mencapai 19,6 persen. Keadaan ini sangat memprihatinkan, sebab hampir 1 dari 5 balita di Indonesia mengidap kurang gizi. Sementara, provinsi dengan prevalensi balita kurang gizi tertinggi adalah NTT 35 persen, Papua 32 persen, dan Maluku 30 persen.
“Data stunting atau balita pendek juga mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, yaitu 37,2 persen pada tahun 2013, meningkat dari data tahun 2010 sebesar 35,6 persen. Jadi, anak-anak Indonesia sudah kurang gizi, pendek pula,” terang dia.
Dalam konteks inilah, Menteri Kesehatan selaku pembantu Presiden, sudah seharusnya lebih meningkatkan langkah preventif dan promotif melalui kampanye hidup sehat, termasuk rajin olah raga di masyarakat Indonesia. Hal ini agar visi mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat terwujud.
“Kami berharap, Menteri Kesehatan beserta jajaran bekerja lebih giat, sehingga cita-cita masyarakat Indonesia yang sehat akan mewujud,” tukas dia.