Apa Kata Psikolog Tentang Terorisme?

Jum'at, 26 Mei 2017 | 20:35 WIB
Apa Kata Psikolog Tentang Terorisme?
Ilustrasi bunuh diri. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua ledakan bom bunuh diri di kawasan terminal Kampung Melayu yang terjadi pada Rabu (24/5/2017) dan menelan lima korban tewas, dan 11 korban luka, menyita perhatian banyak orang.

Tragedi ini tentu saja membuat banyak orang takut, dan bertanya-tanya, mengapa ada orang atau kelompok yang begitu tega melakukan tindakan kejam itu.

"Terorisme sendiri sebetulnya bukanlah suatu topik yang mudah dipahami. Karena perilaku teror ini kejam, kita cenderung menduga bahwa pelaku teror sebagai sekumpulan orang yang impulsif, agresif, atau bahkan tak jarang diberi label memiliki gangguan jiwa atau gangguan kepribadian psikopat," kata psikolog, Irene Raflesia, S.Psi, M.Psi kepada suara.com.

Menanggapi kasus tersebut, ia mencoba mengutip pandangan De la Corte, seorang profesor psikologi sosial di Universidad Autonoma de Madrid sekaligus investigator di Athena Intelligence, yang menjabarkan bahwa menilai terorisme hanya dari satu sisi, baik itu individu maupun lingkungan sosialnya saja tidak cukup untuk memberikan pemahaman tentang pelaku terorisnya.

"Dari sisi individu misalnya, orang yang bergabung ke satu organisasi teroris yang sama bisa saja memiliki motivasi dan kepribadian yang berbeda," tambah Irene.

Ia melihat masyarakat cenderung memandang pelaku teror sebagai pribadi yang impulsif dan tidak rasional. Namun nyatanya, menurut Irene, perilaku serangan teror membutuhkan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala kebutuhan dan mengeksekusi tindakannya.

"Sehingga dari sini kita tidak dapat menentukan apakah pelaku melancarkan aksi teror ini dipengaruhi oleh karakter psikologisnya atau justru oleh sikap yang dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya. Apapun bentuknya, aksi terorisme dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian ke arah teroris dan menimbulkan teror atau ketakutan," jelasnya merinci.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut juga mengutip ucapan konsultan komunikasi interpersonal asal Amerika Serikat, David Ropeik, yang menjelaskan bahwa sebuah ancaman akan menjadi kian menakutkan, karena beberapa hal.

Pertama, masyarakat tidak tahu secara pasti siapa yang menyerang dan kapan serangan akan terjadi. Kedua, serangan membunuh dan melukai banyak orang dalam sekejap.

"Serangan ini biasanya menyerap perhatian seluruh media dan paparan detail termasuk menyaksikan adegan dan gambar kejadian terhadap aksi terorisme ini dapat memperbesar potensi ketakutan kita," jelasnya

Ketiga, lanjut Irene, hal yang membuat serangan menjadi menakutkan, karena ada rasa khawatir. Hal ini mungkin dapat menimpa semua orang termasuk kita.

Kekhawatiran inilah, kata dia, yang membuat orang banyak menjadi takut dan terancam dengan keberadaan teroris.

"Pihak kepolisian sedang berusaha mengungkap seluruh fakta terkait aksi ledakan bom bunuh diri tersebut. Hingga saat ini, kita masih belum dapat menyimpulkan apakah pelaku bertindak sendiri atau pelaku merupakan bagian dari jaringan terorisme kelompok tertentu," terang Irene.

Oleh karena itu, tambah dia, penting bagi kita untuk selalu berpegang pada fakta-fakta yang terkonfirmasi dan menghindari spekulasi.

"Media dalam hal ini berperan penting untuk memaparkan fakta-fakta yang ditemukan," tutupnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI