Suara.com - Memperingati Hari Hipertensi Sedunia yang jatuh setiap 17 Mei, Philips HealthTech Indonesia sebagai bagian dari Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), melanjutkan komitmennya untuk menumbuhkan kesadaran tentang penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia.
Berdasarkan data WHO yang dipublikasikan pada Mei 2014, hipertensi menempati urutan ke-7 pada 20 penyebab kematian tertinggi di Indonesia dengan tingkat kematian mencapai 42.226 atau 3,02 persen dari total kematian.
Perlu diketahui, hipertensi dikenal sebagai “the silent killer” karena gejalanya yang seringkali tidak disadari. Hipertensi dapat menyebabkan sejumlah penyakit mematikan seperti stroke yang berada di urutan pertama dalam daftar yang sama, serta penyakit jantung dan pembuluh darah.
Sebagai perusahaan yang berfokus kepada kesehatan, Philips ingin mengajak masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup sehat dan menyadari pentingnya deteksi dini.
Hipertensi dapat berdampak pada otak dan merupakan salah satu penyebab utama atas sebagian besar tingkat kesakitan dan kematian dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak. Tidak hanya itu, hipertensi merupakan faktor risiko utama dari stroke dan merupakan penyebab utama penurunan kognitif dan demensia.
Baca Juga: Biar Nggak Hipertensi, Lakukan Ini!
Sekarang sudah menjadi rahasia umum bahwa ada hubungan linier antara tekanan darah dan tingkat kematian akibat stroke.
Secara umum, ada asumsi bahwa hipertensi biasanya diderita laki-laki. Namun, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menerbitkan bahwa pada usia 65 ke atas, prevalensi hipertensi pada wanita adalah 28,8, lebih tinggi daripada lelaki yang prevalensinya mencapai 22,8.
Dokter spesialis jantung dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP, FIHA, FAsCC menjelaskan bahwa semakin tua seseorang, wajar apabila tekanan darah meningkat. Peningkatan tekanan darah juga dapat terjadi pada saat kehamilan.
Hormon estrogen memegang peranan penting dalam naiknya tekanan darah pada fase menopause yang menyebabkan hormon estrogen menurun, risiko hipertensi pun meningkat. Dokter Ann mengatakan ketika seorang perempuan berhenti menstruasi, maka hormon estrogennya akan menurun secara signifikan.
Hal ini, lanjut dia, dapat merusak sel endotel yang memicu plak di pembuluh darah. Plak di pembuluh darah dapat memicu tekanan darah tinggi yang menyebabkan penyakit kardiovaskular (Cardio Vascular Disease- CVD) dan bahkan stroke.
"Hal ini bukan menjadi masalah bagi lelaki. Penurunan hormon testosteron tidak terlalu berdampak pada risiko hipertensi, kecuali bila disertai gaya hidup tidak sehat, merokok maupun obesitas," jelas dr. Ann.
Tidak hanya CVD dan stroke, tambah dia, hipertensi juga merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan Cardio Cerebro Vascular Disease (CCVD). Dokter Ann mengatakan bahwa kebanyakan kematian di dunia disebabkan oleh CCVD, baik pada lelaki maupun perempuan.
Baca Juga: Waspada! Botol Plastik dan Kaleng Picu Hipertensi
Diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi CCVD di antara 2000-2025, mencapai 9 persen pada lelaki dan 13 persen pada perempuan.
"Bagi yang sudah menderita hipertensi, pengobatan menjadi penting untuk mengendalikan penyakit ini," kata dr. Ann lagi. Sedangkan untuk pencegahan, lanjut dia, kuncinya harus melakukan gaya hidup sehat, seperti kebiasaan makan yang sehat, teratur olahraga, menjaga berat badan tetap sehat dan tidak merokok, yang didukung oleh pemeriksaan rutin untuk memantau tekanan darah, kadar kolesterol dan glukosa.
"Sebagai Health Tech Company, kami terus berusaha mengedukasi perempuan mengenai risiko penyakit kardiovaskular, serta mengadvokasi kesehatan jantung sejak dini," ujar Presiden Direktur Philips Indonesia Suryo Suwignjo.