Idap Thalassemia, Perempuan Ini Sulit Dapat Pekerjaan

Selasa, 09 Mei 2017 | 07:12 WIB
Idap Thalassemia, Perempuan Ini Sulit Dapat Pekerjaan
Nisa pengidap thallassemia (Foto: Firsta)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekilas ketika melihat Annisa Octiandari Pertiwi, kita tidak akan menyangka dirinya merupakan pengidap thalassemia, yakni suatu kelainan sel darah merah yang disebabkan tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin sehingga sel darah merah mudah pecah.

Perempuan kelahiran Oktober 1993 itu terdiagnosis mengidap thalassemia mayor delapan bulan setelah kelahirannya. Dengan kondisi tersebut, perempuan yang akrab disapa Nisa itu harus bertemankan jarum suntik dan transfusi darah setiap bulan.

"Orangtua kaget, anak sakit, selama beberapa minggu pucat, demam. Bawa ke dokter turun, naik lagi. Hingga dirujuk ke rumah sakit besar dan didiagnosis mengidap thalassemia mayor. Mereka syok," ujar Nisa pada temu media peringatan Hari Thalassemia Sedunia di Kementerian Kesehatan, Senin (8/5/2017).

Perempuan berusia 23 tahun ini tak ingat betul bagaimana kondisinya saat menjalani transfusi darah saat berusia belia. Yang dia tahu, dukungan dari keluarga terutama orangtua memecut dirinya untuk bangkit dan menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya.

"Waktu saya SD sering transfusi. Saya mengalami perubahan bentuk wajah, perut jadi buncit, bahkan sering dikatain hamil, tapi saya tunjukkin saya bisa berprestasi," lanjut Nisa.

Di tengah penyakit yang dideritanya, Nisa tetap semangat berprestasi dengan meraih gelar sarjana Biologi dari Universitas Padjajaran Bandung, 2016 lalu. Begitu besar perjuangan orangtua Nisa agar anaknya mendapat izin dari kampus untuk menjalani transfusi darah sebulan sekali.

"Orangtua saya juga sering menghadap dosen dan kakak angkatan kalau saya mengidap thalassemia. Jadi memang saya merasakan jadi pengidap thalassemia mayor enggak mudah. Berat, tapi kalau ada bantuan dari orangtua, kita bisa melaluinya dengan baik," ujar perempuan asal Bogor ini.

Meski telah mendapatkan kelulusan, ada masalah lain yang harus dihadapi Nisa. Dia belum juga mendapatkan pekerjaan karena selalu tersandung dengan permohonan izin untuk transfusi darah setiap bulan.

"Ketika wawancara, perusahaan belum bisa menerima saya izin tidak hadir sekali dalam sebulan untuk transfusi darah," ungkap dia.

Sembari menunggu tawaran pekerjaan, Nisa kini sedang disibukkan dengan kegiatan Thalassemia Movement, sebuah komunitas yang didirikannya untuk menyebarkan informasi thalassemia kepada anak muda.

"Saya ingin masyarakat tahu bahwa thalassemia itu bukan penyakit menular dan dapat dicegah dengan skrining thalasemmia. Kegiatan kami lebih banyak di media sosial dan kampanye di offline," tambah dia.

Nisa beruntung, terlahir dari keluarga yang sangat mendukungnya untuk hidup normal dengan thalassemia.  Namun, Nisa yakin bahwa masih banyak penderita thalasemmia lainnya yang kurang mendapat perhatian dan dikucilkan dalam pergaulan.

Nisa pun berharap, dengan adanya program nasional pengendalian thalassemia yang dihelat Kementerian Kesehatan, bisa meningkatkan kualitas hidup dirinya dan penyandang thalassemia lainnya di Indonesia.

"Sebagian besar penderita thalassemia tidak percaya diri. Mereka dikucilkan dan merasa buat apalagi hidup. Bahkan tak sedikit dari mereka yang putus sekolah. Semoga ini menjadi perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup kami," pungkas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI