Suara.com - Masih tingginya angka kesakitan akibat gigitan nyamuk malaria di Silawan, sebuah desa di Kabupaten Belu, di perbatasan Timor Leste, menjadi perhatian masyarakat, pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan malaria. Termasuk, TNI penjaga perbatasan.
Di antara cara mengendalikan malaria agar tidak menimpa manusia dengan menggunakan kelambu sewaktu tidur. Untuk melihat efektivitas penggunaan kelambu, tim Kementerian Kesehatan melalukan survei penggunaan kelambu di rumah kepala desa Silawan, Ferdinandus Mones Bili.
Menurut Ferdi, masyarakat sudah sangat antusias menggunakan kelambu. Selama ini, sudah mendapat kelambu dan kelambu massal pada tahun 2014. Masyarakat pun diimbau menjaga kelambu, seperti mencegah kelambu rusak dan kotor.
"Menjemur kelambu tidak boleh terkena matahari karena akan mengurangi tingkat efektitas insektisidanya," ujar Ferdi saat menerima kunjungan tematik media massa dan Kementerian Kesehatan di desa Silawan, Atambua, NTT, Kamis (4/5/2017).
Kepala Puskesmas Silawan, Agusto Lopes Martins, mengatakan, kepala desa dijadikan contoh dalam pengendalian nyamuk malaria dengan menggunakan kelambu. Menurut dia, kelambu yang digunakan harus kelambu yang mengandung insektisida, dan dipakai sejak pukul 18.00 sampai 06.00 pagi.
"Puskesmas membagi kelambu setiap tiga tahun sekali. Sebanyak 900 KK masyarakat Silawan sudah mendapat kelambu gratis dari pemerintah. Tidak membedakan kaya dan miskin, semua mendapat kelambu berisektisida", ujar Agusto.
Prioritas utama masyarakat yang mendapat kelambu adalah perempuan, dan ibu hamil. Mereka juga mendapat tablet zat besi dan skrining ibu hamil, termasuk skrining malaria dengan cara memeriksa darah malaria di laboratorium.
"Selama 2016 ini sudah terjadi 6 kasus sakit malaria dan sembuh. Sedangkan awal 2017 sudah terjadi tiga kasus juga dapat disembuhkan. Kemungkinan terkena gigitan nyamuk pada saat keluar malam karena mereka mata pencaharianya nelayan," tutur dia.
Endra, TNI penjaga perbatasan Silawan menceritakan, dirinya mendapat pelatihan serba bisa, mulai dari masalah kesehatan, keamanan, pendidikan, termasuk pengendalian penyakit malaria diperbatasan. Mereka bersatu padu melawan malaria mencapai target eliminasi malaria.
Sekadar diketahui, NTT merupakan provinsi urutan ke 4 tertinggi kasus malaria setelah Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, dr. Oscar Primadi, MPH optimis angka kejadian malaria di NTT bisa ditekan dengan kerjasama berbagai pihak, termasuk masyarakat.
"Suatu saat Silawan dan khususnya NTT akan segera terbebas dari penyakit malaria, setelah masyarakat dan semua pihak berusaha menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk anopeles dengan berbagai inovasinya," ujar Oscar.