Suara.com - Fajar--bukan nama aslinya, masuk ke sebuah ruangan di sebuah restoran di kawasan Jakarta Pusat. Ia menenteng tas berisi sekitar 40 botol obat yang diperuntukkan bagi penderita Hepatitis C.
Tak main-main, bisa dibilang 'tentengan' Fajar sore itu merupakan barang selundupan. Pasalnya, obat asal India yaitu Sofosbuvir dan Daclatasvir merupakan dua barang langka di Indonesia.
"Saya hanya mampu membawa 40 botol obat. Kemungkinan yang akan terselamatkan kurang dari 10 nyawa," jelas Fajar di hadapan beberapa wartawan.
Belum lama ini, Fajar harus bergerilya menuju negara tetangga, karena dua obat tersebut sulit menembus bea cukai di Tanah Air dengan alasan tak jelas. Akibatnya, sekitar 90 botol obat yang sudah dipesan oleh beberapa pasien Hepatitis C di Indonesia terpaksa kembali ke negara asalnya, India.
Karena alasan nyawa dan kemanusiaan, Fajar rela menyeludupkan obat tersebut dari negeri jiran ke tanah air meski hanya datang dengan 40 botol. "Dari pada saya nunggu mati, mending saya ambil risiko. Ini bentuk kenekatan yang kami ambil untuk membantu teman-teman," ungkapnya.
Baik Sofosbuvir dan Daclatasvir sebenarnya sudah mendapatkan izin edar dan masuk ke dalam Formularium Nasional atau Fornas. Tapi sudah dua bulan ini, banyak botol obat yang tertahan dan dikembalikan ke negara asal.
Karena masalah tersebut, Indonesia Buyers Club mencoba untuk mengadvokasi pasien Hepatitis C di Indonesia yang membutuhkan obat Sofosbuvir dan Daclatasvir seperti Fajar.
Perwakilan Indonesia Buyers Club, Sindi Putri mengatakan, bea cukai bukannya tidak merespon keluhan pasien Hepatitis C. Namun persyaratan dianggap terlampau sulit dengan harus adanya Special Access Scheme (SAS) atau Mekanisme Jalur Khusus.
Dalam mengajukan SAS perorangan, ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dan alur birokrasi yang harus dilalui.
"Banyak sekali proses atau alur untuk mendapatkan izin SAS ini. Ini adalah concern kami, tapi bagaimana mekanismenya jika SAS perorangan, apakah akan berbelit-belit, karena tidak mungkin satu sampai tiga hari sampai," jelas Sindi.
Selagi melakukan mediasi dan membiarkan aksi 'penyeludupan', Indonesia Buyers Club melalui Indonesia Aids Coalition, menawarkan tiga rekomendasi mengenai sarat pengajuan SAS perorangan kepada bea cukai.
Tiga rekomendasi itu adalah proses bagi SAS perorangan tidak kompleks dan harus melalui berbagai alur dan birokrasi. Kedua, ijin SAS bagi perorangan bisa diajukan oleh kelompok pasien yang terintegrasi. Lalu ketiga, SAS bisa berlaku berulang atau mempunyai durasi waktu tertentu.
Fajar yang juga seorang ODHA, mengaku bahwa dibanding Aids, ia lebih mungkin mati karena Hepatitis C yang ia derita karena kesulitan mendapatkan obat Hepatitis yang tepat.
Di Indonesia, Sofosbuvir dan Daclatasvir ada di beberapa apotek dengan harga tak kurang dari Rp3,8 juta dan Rp1.8 juta per botol dan jauh lebih mahal dari harga aslinya.
Izin Dipersulit, Pasien Hepatitis C Sulit Dapatkan Obat
Jum'at, 31 Maret 2017 | 07:00 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Perusahaan Farmasi Ini Bakal Sediakan Vaksin Hepatitis Dengan Harga Terjangkau
21 Agustus 2024 | 17:03 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Health | 21:57 WIB
Health | 17:32 WIB
Health | 17:24 WIB
Health | 16:40 WIB
Health | 17:20 WIB
Health | 17:07 WIB