Miris, 7 dari 10 Remaja Yakin Seks Tak Bikin Hamil

Selasa, 07 Maret 2017 | 16:53 WIB
Miris, 7 dari 10 Remaja Yakin Seks Tak Bikin Hamil
Ilustrasi pendidikan seks. (Sumber: Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Topik tentang kesehatan seksual dan reproduksi sangat jarang dibahas oleh orangtua pada anak. Topik-topik ini seakan menjadi tabu untuk diketahui anak-anak.

Padahal, orangtua sebaiknya bisa menjadi gerbang utama akses informasi seputar kesehatan seksual dan reproduksi, agar anak tak mendapatkannya dari media lain seperti film, majalah atau pergaulannya.

Usep Solehudin selaku aktivis dari Yayasan Pelita Ilmu yang bergerak pada pencegahan HIV AIDS di kalangan remaja mengatakan, tingkat pengetahuan remaja di Indonesia mengenai kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat rendah, khususnya dalam hal melindungi diri terhadap risiko kesehatan reproduksi.

"Tujuh dari 10 remaja meyakini bahwa seks tak akan menyebabkan kehamilan. Hal ini menunjukkan kalau pengetahuan mereka soal kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat rendah. Salah satu alasannya karena mereka tidak diberi edukasi seks sejak dini oleh orangtua," ujarnya pada temu media yang dihelat DKT Indonesia di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Orangtua, kata Usep, terlambat jika baru memberikan edukasi seks ketika anak beranjak remaja. Apalagi gempuran informasi dengan konten negatif membanjiri anak-anak di zaman penggunaan sosial media seperti sekarang ini.

Oleh karena itu, ia mengimbau agar orangtua memberikan edukasi seks sedini mungkin. "Dari mulai anak masih kecil sebaiknya sudah diberi pendidikan seks. Karena kalau sudah remaja, anak cenderung tertutup dan lebih percaya sama teman-temannya," tambah Usep.

Agar anak lebih terbuka, orangtua, menurutnya, juga harus berusaha untuk merangkul anak dan memberikan kenyamanan. Tanamkan kebiasaan berdiskusi dengan anak setiap hari mengenai topik apapun. Sehingga ketika orangtua memberikan topik seputar kesehatan seksual dan reproduksi, anak akan mendengarkan dan menjalankannya.

"Kita masukkan anak ke zona nyaman dia. Sehingga dia merasa orangtua baik dan mau terbuka terhadap apa yang dirasakannya. Anak paling mau cerita ke orang yang menghargai dia," ujarnya Usep.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI