Suara.com - Saat sendiri, Hana Al Fiki, merasa depresi berlebihan dan terpintas keinginan untuk menyakiti diri hingga mengakhiri hidup. Ia pun sering dibayangi ketakutan setiap malam hingga tak bisa terlelap.
Orangtuanya tak pernah menyangka bahwa putrinya mengalami gangguan mood bernama Bipolar. Untungnya Hana memiliki partner yang selalu sabar dan memberikannya pelukan saat merasa depresi.
"Aku emang butuh partner banget. Dan biasanya ketika mulai kambuh aku udah langsung minta partner untuk peluk aku dan dengerin cerita aku, karena dengan hal itu aku merasa lebih nyaman," ujar Hana pada peringatan World Bipolar Day di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (4/3/2017).
Menanggapi apa yang dialami Hana, dr Angel Berta SpKJ dari Rumah Sakit Jiwa Dharmawangsa mengatakan pemahaman akan gejala bipolar memang belum banyak dikenali masyarakat.
Padahal dengan mengenali perubahan mood yang terjadi pada anak, orangtua bisa melakukan intervensi sesegera mungkin sehingga anak bisa mendapatkan kesembuhan.
"Orangtua tidak mengerti gangguan bipolar itu seperti apa, sehingga anaknya akan menarik diri dan harus menderita dengan masalahnya," ujar dia.
Gejala bipolar sendiri antara lain meliputi perasaan yang meluap-luap, lebih banyak bicara, keterlibatan berlebihan pada aktivitas menyenangkan hingga depresi berlebihan dan ada dorongan untuk bunuh diri.
Gangguan bipolar, tambah Berta, bisa diatasi dengan pemberian obat untuk mengontrol suasana hati sehingga penderita tidak mengalami manik atau depresi berlebihan.
"Jadi, stigma gangguan jiwa nggak benar. Memang dia gangguan, tapi ada saat-saat dia normal dan ada obatnya," tambah dia.
Penyebab bipolar belum dapat diketahui pasti. Meski demikian, Berta mengatakan, faktor genetik bisa berkontribusi menimbulkan gangguan suasana hati ini.
"Faktor genetik tidak bisa disangkal. Walaupun kita tidak selalu mengatakan orangtua bipolar, anak pasti bipolar," pungkas dia.