Analisa Zat Kimia Penyebab Kematian Kim Jong Nam

Ririn Indriani Suara.Com
Minggu, 19 Februari 2017 | 07:00 WIB
Analisa Zat Kimia Penyebab Kematian Kim Jong Nam
Kim Jong Nam, kakak tiri pemimpin Korut Kim Jong Un. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembunuhan terhadap saudara tiri Kim Jong Un, yaitu Kim Jong nam, membuat heboh seluruh dunia. Dan, salah satu yang diduga membunuhnya memakai paspor Indonesia. Kondisi ini tentu saja menjadi semakin heboh di Tanah Air.

Dokter Wawan Mulyawan, SpBS, SpKP menilai, tentunya sangatlah menyederhanakan masalah jika ada yang berpendapat kematiannya Kim Jong Nam adalah masalah dendam seorang perempuan kepada sang playboy dengan menyemprotkan racun tikus yang dicampurkan dengan alat penyemprot.

Menurutnya, ada banyak hal tekait biosecurity dan isu CBRN (chemical, biological, radiological, and nuclear) hazards dalam kasus ini yang harus diungkap.

"Dari aspek komunitas biosecurity (hal-hal yang dikaitkan dengan aktifitas atau upaya untuk mempertahankan kehidupan dari CBRN hazards dan atau mencegah penyebaran penyakit infeks), pencarian zat penyebab (bisa zat kimia atau biologis) yang disemprotkan sang pembunuh ke muka Kim Jong Nam, tentulah sesuatu yang terus dicari dan dikaji," terang Wawan dalam penjelasan tertulisnya.

Terkait dengan zat kimia yang kemungkinan digunakan untuk membunuh Kim Jon Nam, ia memperkirakan bahwa zat itu adalah tetrodotoxin, dan bukan yang lain. Mengapa demikian? Berikut penjelasan yang dikemukakan dr Wawan.

Kronologis Kejadian
Dari kronologis yang diberitakan di media, proses peracunan berjalan hanya beberapa detik sampai dengan disemprotkannya poison spray (racun  yang disemprotkan).

Setelah itu selama beberapa menit ke depan, Kim terlihat seperti kesakitan dan mendatangi klinik bandara minta pertolongan, kemudian segera setelah itu dibawa ke RS, namun dikabarkan meninggal dalam perjalanan ke RS.Dengan kronologis ini diperkirakan rentang waktu serangan posion spray sampai kematian sekitar kurang lebih setengah jam.

"Zat kimia atau biologis apa yang dengan cepat bisa membunuh seperti itu dengan cara disemprotkan? Racun ikan fugu (tetrodotoxin) yang paling mungkin?" jelas dokter yang juga pemerhati neurosains dan biosecurity, dan Scientific Committee Member dari pertemuan GHSA-ICMM TTX on Biosecurity, 2017.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa racun ikan fugu yang diekstraksi dan dijadikan racun, hanya membutuhkan sejumlah 1-2 mg/kgBB untuk bisa membunuh manusia. Ia mengatakan bahwa Jika Kim Jong nam beratnya sekitar 80 kg, maka dosis letalnya sekitar 100 mg (0,1 gram).

"Jauh lebih rendah dosis letalnya dibandingkan racun sianida yang 2-4 kali lipatnya untuk bisa menyebabkan kematian," imbuhnya.

Selain itu, kata dr Wawan, racun ikan fugu (tetrodotoxin) juga dapat diberikan sebagai agen racun pembunuh dengan cara ditelan, disuntikkan dan dihirup uapnya.

Gejala Keracunan Tetrodotoxin
Gejala, kata dr Wawan, biasanya berkembang dalam waktu sekitar 30 menit dari menelan racun, namun akan jauh lebih cepat jika disuntikkan atau dihirup. "Dengan dosis letal atau mematikan, gejala biasanya muncul dalam belasan menit sejak menelan racun, yang artinya hanya hitungan beberapa menit saja jika dihirup," jelasnya merinci.

Rasa kesemutan atau nyeri di daerah yang disemprotkan atau di saluran napas dan hidung atau mulut yang diikuti rasa kesemutan atau nyeri pada seluruh tubuh, banyak memproduksi ludah, berkeringat, sakit kepala, rasa lemah lesu, tangan dan kaki bergoyang (tremor), sampai kelumpuhan, sianosis, kejang dan kematian pada akhirnya.

Kematian, lanjut dia, biasanya cepat terjadi karena ketidakmampuan untuk bernapas karena otot-otot pernapasan lumpuh. Tragisnya, kata dr Wawan, meskipun benar-benar lumpuh, korban peracunan tetrodotoxin mungkin tetap sadar sampai sesaat sebelum kematiannya yang umumnya terjadi dalam waktu sekitar 20 menit 8 jam.

Mengapa terjadi demikian? Tetrodotoksin adalah racun yang melumpuhkan saraf. Racun ini, menurut dr Wawan, akan memblokade aliran ion natrium (Na+) ke dalam sel saraf, sehingga saraf tidak bisa menghantarkan aliran listrik sarafnya dan menajdi lumpuh saraf.

Akibat saraf lumpuh, maka baik otot-otot maupun saraf perasa dan saraf otonom (misalnya saraf yang mengatur kencing dan buang air besar) akan lumpuh juga. Jika mengenai otot pernapasan akan menyebabkan tidak mampu bernapas.

"Jika mengenai otot jantung, akan mebuat henti jantung. Jika mengenai kulit, akan mebuat mati rasa atau kesemutan. Jika mengenai saraf buang air kecil, dan besar akan menjadi inkontinensia (tidak mampu mengontrol BAB/BAK), dan lain-lain," ungkapnya merinci.

Hingga saat ini, kata dr Wawan, tidak ada obat penawar  tetrodotoksin yang telah ditemukan dan disetujui untuk digunakan pada manusia. Beberapa penelitian di tingkat laboratorium, memang melihat peluang antibody monoclonal spesifik yang mungkin digunakan sebagai penawar, namun belum memeberikan hasil yang menggembirakan.

"Dengan demikian, jika menyebabkan gagal napas, maka obatnya adalah masuk ICU dan dipasang alat bantu napas permanen sampai efek racun hilang dengan sendirinya. Ini pun jika tidak merusak sel saraf yang ada di organ tubuh yang lain," tutupnya.




BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI