Sunat atau sirkumsisi biasa diterapkan pada kaum Adam. Di Indonesia dan beberapa negara dengan mayoritas muslim, tindakan sunat sering dikaitkan karena alasan agama.
Namun masih banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai usia terbaik untuk melakukan sunat. Sebagian besar orangtua memperbolehkan anak lelakinya disunat saat masuk usia Sekolah Dasar atau Menengah Pertama.
Padahal, seperti disampaikan dr Mahdian Nur Nasution SpBS dari Rumah Sunatan, usia terbaik untuk melakukan sunat pada anak adalah saat masih bayi. Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa usia saat bayi waktu terbaik untuk menyunat anak.
Pertama, kata dr Mahdian, ada risiko bayi mengalami fimosis, yakni suatu kondisi dimana kulum penis bayi tak bisa ditarik ke belakang.
Baca Juga: Gara-gara Ini Glenn Fredly Tak Akan Coblos Agus-Sylvi
Presentase kejadian fimosis ini menurutnya cukup tinggi yakni 40 persen. Fimosis yang tak tertangani dengan segera dapat menjadi pintu masuk berbagai infeksi dan gangguan kepuasan seksual saat dewasa.
"Pada bayi yang mengidap fimosis, cairan kencing yang keluar lama lama mengendap dan mengkristal sehingga gampang sekali menjadi tempat berkumpulnya kuman.
"Pada gilirannya hal ini memicu infeksi di saluran kemih. Gejalanya anak akan demam, jadi ibu harus waspada kalau demam itu pastikan karena batuk pilek atau fimosis," ujar dr Mahdian pada temu media "Jenis Penyakit yang Segera Disunat" di Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Alasan kedua, tambah dia, pada saat bayi, penyembuhan luka berlangsung sangat cepat karena pertumbuhan sel yang mencapai dua kali lipat dibandingkan saat berusia anak-anak. Sehingga, ketika dilakukan sunat pada bayi berusia 6 bulan, luka pasca tindakan sunat bisa lebih cepat sembuh.
Terakhir, dr Mahdian mengatakan bahwa sunat saat usia bayi juga dapat meminimalisir risiko trauma psikis dibandingkan sunat pada masa anak duduk di bangku sekolah dasar.
Baca Juga: Adik Ahok: Pak Ahok Bodoh atau Pintar? Pintar, Kan
Menurutnya tak sedikit anak-anak yang masih menganggap sunat sebagai momok yang menakutkan. Bukan tidak mungkin trauma psikologis ini bisa diingatnya hingga dewasa.
"Tanpa disadari kalau saat disunat anak menderita, maka akan berdampak trauma psikis. Sehingga akan selalu dikenang saat dewasa. Kalau bayi kan nggak tau apa-apa. Bahkan mungkin dia tidak akan mengingat pernah disunat saat masih bayi," tambah dia.
Meski demikian, dr Mahdian mengimbau agar orangtua memastikan bahwa tindakan sunat yang dilakukan terhadap buah hatinya dilakukan oleh tim medis yang profesional di bidangnya.
"Kesalahan saat menyunat bisa menimbulkan komplikasi seperti pendarahan, infeksi, tampilan yang kurang baik dan nyeri saat ereksi karena kulit yang dibuang terlalu banyak," pungkas dia.