Suara.com - Maraknya peredaran obat palsu telah lama terjadi di Indonesia. Belum lama ini kasus peredaran vaksin palsu terungkap dan menyebabkan ratusan balita jadi korban.
Kepala Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi Produk Terapetik, Badan POM, Eka Purnamasari mengakui, peredaran obat palsu memang masih menjadi kendala. Beberapa obat yang sering dipalsukan antara lain obat anti disfungsi ereksi, pereda nyeri hingga antibiotik.
"Biasanya yang sering dipalsukan itu yang banyak dibutuhkan masyarakat. Kalau viagra kan harganya mahal, jadi pelaku berpikir sangat menguntungkan ketika viagra palsu yang mereka jual, laku di pasaran," ujar Eka pada Pfizer Press Circle 'Hindari Obat Palsu' di Jakarta, Senin (31/10/2016)belum lama ini.
Padahal, dampak yang ditimbulkan dari konsumsi obat palsu bisa merugikan masyarakat. Antibiotik palsu misalnya dapat memicu resistensi jika dikonsumsi pasien yang mengalami infeksi bakteri.
"Dampaknya tergantung pada komposisi obat. Kalau seperti kasus vaksin kemarin itu efek imunitasnya jadi nggak ada. Tapi kalau serum anti tetanus yang palsu berarti zat aktifnya ga ada dan bisa menyebabkan kematian," tambah dia.
Untuk mencegah konsumsi obat palsu, Eka menganjurkan agar pasien membeli obat di apotek berizin dan memastikan bahwa obat tersebut mengantongi izin registrasi dari BPOM.
"Apalagi beli yang online, sebaiknya jangan. Lihat izin edarnya, lihat kemasannya. Dan lihat juga efeknya setelah mengonsumsi obat. Jika kita sudah minum obat tersebut dan tidak sembuh-sembuh keluhannya, segera konsultasikan ke dokter agar diketahui apakah penyebabnya adalah obat palsu," pungkasnya.