Suara.com - Meditasi selama ini dianggap sebagai hal yang membosankan dan sulit dilakukan. Apalagi saat meditasi, seseorang diimbau untuk membuang jauh-jauh pikiran yang berkecamuk di dalam kepala.
Padahal, mengosongkan pikiran untuk fokus bukan hal mudah bagi sebagian orang. Namun, Guru Meditasi asal Himalaya, Yongey Mingyur Rinpoche mengatakan bahwa sebenarnya meditasi tak sesulit yang dibayangkan banyak orang.
Ia menjelaskan, meditasi secara umum dibagi menjadi dua jenis, yakni meditasi formal dan informal. Pada meditasi formal, seseorang akan melakukannya dengan perlengkapan yang diperlukan seperti alas duduk hingga pakaian yang nyaman.
"Sedangkan meditasi informal bisa dilakukan dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun. Bahkan, saat Anda kerja atau menyetir mobil," ujar Mingyur pada temu media di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Alasannya, dia menambahkan, meditasi pada prinsipnya adalah melatih sistem pernapasan, seperti menarik dan membuang napas. Namun dilakukan dengan lebih rileks dan harus dihitung berapa kali jumlah napas selama hitungan tertentu.
Ia pun mengatakan bahwa cara bernapas saat meditasi sama dengan yang biasa dilakukan setiap orang sehari-hari. Hitungan saat bernapas mutlak harus diingat selama periode meditasi.
"Ketika kita fokus menghitung jumlah napas, maka pikiran yang bersliweran akan hilang dengan sendirinya. Karena pada dasarnya meditasi bukan menghilangkan isi pikiran kita, itu keliru," ungkapnya.
Bahkan, Mingyur mengatakan, durasi meditasi bukan menjadi patokan keberhasilan manfaat yang akan kita dapatkan. Justru katanya, kualitas saat meditasi lebih penting dibandingkan durasi.
"Meditasi bukan tergantung lamanya, tapi kualitas lebih penting. Kalau hanya bisa sampai hitungan satu napas, dua napas, nggak masalah, asal dilakukan secara rutin setiap hari," tambah dia.
Ia menuturkan, meditasi yang rutin dan berkualitas akan mendatangkan manfaat bagi pelakunya. Antara lain, meningkatkan fungsi otak yang berperan memproduksi hormon bahagia sekaligus meningkatkan sistem kekebalan tubuh.