Suara.com - Kanker kerap diidentikkan dengan pola hidup tak sehat. Tapi ada pula sebagian penderita kanker yang mengaku telah menjalani hidup sehat, namun tetap saja kanker menggerogoti tubuhnya.
Hal yang sama dialami Jane Odorlina, perempuan paruh baya yang divonis kanker payudara pada Mei 2015 lalu. Jane tak menyangka bahwa pola hidup sehat yang dijalaninya selama ini tak bisa menjauhkannya dari risiko kanker.
"Pola makan saya sehat, ke kantor saja saya selalu membawa makanan dari rumah. Setengah 6 pagi sebelum berangkat, saya sudah ngejus wortel, tomat, melon, sunkist, semangka. Itu sudah saya lakukan dari dulu," ujar Jane saat berbagi kisahnya dalam temu media 'Breast Cancer Awareness' di Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Sontak saja, vonis dokter membuatnya lemas tak berdaya. Jantungnya serasa mau copot hingga tak bisa berkata apa-apa. Jane merasa, hari itu merupakan hari terberat yang pernah dilaluinya.
"Saat itu, saya seperti divonis mati. Karena yang saya tahu banyak penderita kanker berujung dengan kematian," ujar ibu tiga anak ini.
Beruntung, dokter yang menanganinya memberikan pemahaman yang tepat seputar kanker. Ia juga diminta melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui kemungkinan penyebaran sel kanker di lokasi lain dalam tubuh.
Setelah mendengar vonis dokter, Jane pun lambat laun berusaha menerima kondisinya. Hingga pada 6 Juli sel kanker diangkat dari tubuhnya. Namun penanganan tak sampai disitu, usai operasi, Jane masih harus menjalani terapi radiasi setiap hari selama 1.5 bulan dan kemoterapi enam kali.
"Saya bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk ditemukan dalam stadium dini. Sehingga penanganan dapat lebih membuahkan hasil daripada jika ditemukan pada stadium lanjut," ujarnya.
Ketika melongok ke belakang, Jane pun menyadari peristiwa yang membuat tubuhnya dihinggapi kanker. Ia mengatakan, pada September 2014 lalu, ia sempat mengalami stres berat karena masalah kantor. Hal ini yang menurutnya menjadi pemicu timbulnya benjolan hingga berujung kanker payudara.
"September memang saya ada masalah di kantor yang terkait dengan staf saya. Sebagai atasan, saya merasa yang paling bertanggung jawab sehingga benar-benar menjadi beban pikiran. Pada Januari saya merasa ada benjolan tapi saya baru punya keberanian untuk memeriksakan diri ke dokter pada Mei," tambah dia.