Suara.com - Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara telah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Itu artinya akan ada pekerja dari negara ASEAN yang masuk ke Indonesia di berbagai sektor termasuk tenaga kesehatan.
Namun tentu saja tak semudah itu pekerja asing bisa mencari nafkah di Indonesia. Di bidang kedokteran misalnya, Ketua PB PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam), Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD menegaskan bahwa ada aturan yang akan ditetapkan untuk menerima dokter asing praktik di Indonesia.
"Kita harus membuat rambu-rambu, bukan untuk melindungi dokter lokal, tapi bagaimana pasien dapat benar-benar menerima terapi yang tepat," ujarnya pada temu media di Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Salah satu aturan yang ditetapkan adalah dokter asing wajib menguasai bahasa Indonesia untuk mempermudah interaksi dengan pasien. Jika hal ini tidak dikuasai, maka bisa dipastikan pasien tak akan mendapatkan kepuasan saat berkonsultasi ke dokter mengenai penyakitnya.
"Kita menyusun kebijakan, dokter asing harus bisa beradaptasi dengan masyarakat setempat salah satunya bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Kalau nggak bisa, bagaimana dia bisa mengetahui kondisi pasien sebenarnya," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua 1 PB PAPDI, Ari Fahrial Syam, menambahkan, seleksi dokter juga harus diperketat dengan melihat status pendidikannya. Pasalnya, di metode pendidikan yang diterapkan untuk menghasilkan spesialis penyakit dalam, berbeda di setiap negara.
"Bagaimana metode pendidikan yang dijalaninya untuk mendapatkan gelar internis. Karena di beberapa negara, ijazah internis bisa diperoleh dengan praktik di rumah sakit saja selama 3 tahun. Padahal di Indonesia harus melalui pendidikan beberapa tahun, ujian praktik maupun tulisan untuk mendapat gelar internis," pungkasnya.