Suara.com - Kekerasan terhadap anak tak hanya berupa kekerasan fisik seperti pukulan atau kekerasan psikis seperti bentakan dan cemohan semata. Memiliki bayi dengan berat badan rendah, menurut Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes, Eni Gustina, juga termasuk kekerasan yang dilakukan orangtua terhadap anak.
"Berarti orangtuanya lalai, tidak memberikan nutrisi yang cukup selama hamil sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah. Juga termasuk kelalaian dari petugas mengapa tidak memberikan intervensi ketika bayi masih dalam kandungan," ujarnya pada temu media peringatan Hari Anak Nasional di Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, lanjut Eni, berisiko mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya hingga dewasa. Bahkan data Riskesdas 2013 menemukan bahwa 40 persen anak-anak yang lahir dengan berat badan rendah mengalami gangguan belajar (learning disability). Pada gilirannya anak dengan gangguan ini berpotensi menjadi permasalahan dalam keluarganya.
"Misal karena anak mengalami kelemahan dalam menyerap sesuatu, orangtua nggak sabaran kemudian marah dan membuat anak menjadi objek kekerasan," imbuhnya.
Jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang dihimpun Komnas Anak kurun waktu 2010-2015 menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun, yakni dari 2046 kasus kekerasan pada 2010, meningkat menjadi 2898 kasus pada 2015 lalu.
Untuk itu Eni mengimbau agar orangtua memberikan asah, asih, asuh kepada anak sejak anak berada dalam kandungan. Salah satunya dengan memastikan kecukupan gizi janin sehingga bisa lahir menjadi bayi yang sehat.
"Permasalahan lain yang menyebabkan masalah gizi adalah pola asuh. Jadi, sebisa mungkin orangtua memberikan pola asuh terbaik yang membuat anak terhindar dari objek maupun pelaku kekerasan seksual di masa mendatang," pungkasnya.